Ramalan Ini Jarang Meleset, Amerika Kayaknya Resesi Deh...

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
14 June 2022 15:39
Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York
Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurva imbal hasil (yield curve) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) terpantau terbalik pada Senin (13/6/2022). Yield surat utang tenor pendek lebih tinggi ketimbang tenor panjang. So what?

Dilansir dari CNBC International, yield US-Treasury Bond tenor 10 tahun cenderung menguat 8,9 basis poin (bps) ke 3,246% pada pukul 07:05 waktu AS atau pukul 18:05 WIB kemarin, Akhir pekan lalu, yield instrumen ini ada di 3,157%.

Namun yield surat utang tenor dua tahun ada di 3,197%. Naik dibandingkan akhir pekan lalu yaitu 3,049%.

Biasanya yield tenor pendek lebih rendah ketimbang tenor jangka panjang. Seperti kredit bank, semakin lama tenor kredit maka bunganya kian mahal. Ini karena ada premi risiko yang harus dibayar nasabah.

Obligasi pun demikian. Tenor yang panjang mengharuskan penerbit (issuer) membayar bunga lebih tinggi, karena memperhitungkan faktor risiko.

Kalau kemudian yield obligasi dalam posisi terbalik alias inversi, apa yang terjadi? Well, intinya pelaku pasar menilai kondisi jangka pendek lebih berisiko ketimbang masa yang akan datang. 

Inilah yang kemudian menimbulkan persepsi bahwa inversi yield adalah sebuah sinyal, sebuah pertanda, bahwa Negeri Paman Sam bakal masuk ke jurang resesi ekonomi. Soal meramal kemungkinan resesi, inversi yield jarang meleset. 

Sejak 1900, inversi terjadi sebanyak 28 kali. Dari jumlah itu, 22 kali diikuti oleh resesi. Enam resesi terakhir terjadi 6-36 bulan setelah inversi.

 

Ketika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berupaya menurunkan inflasi dari level tertinggi 40 tahun, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega telah meningkatkan proyeksi kenaikan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengerek yield obligasi.

Pasar obligasi pemerintah AS bukan kaleng-kaleng. Valuasinya mencapai US$ 23 triliun. Jadi kalau pasar ini 'goyang' maka dampaknya akan signifikan.

Kenaikan suku bunga dapat menjadi senjata melawan inflasi, tetapi juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Sebab, perbankan akan cenderung menaikkan suku bunga untuk berbagai macam pinjaman konsumen dan komersial, termasuk pinjaman usaha kecil dan kartu kredit.

Powell telah memberikan pernyataan bahwa dia tidak dapat menjamin dapat secara lembut untuk meredam inflasi tanpa mendorong ekonomi ke dalam resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

 

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular