Sempat Jeblok ke Bawah Rp 10.500, Dolar Singapura Putar Arah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 June 2022 14:20
Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura sempat jeblok melawan rupiah di awal perdagangan Jumat (10/6/2022) hingga ke bawah Rp 10.500/SG$. Namun, tidak lama malah berbalik menguat.

Melansir data Refinitiv, dolar Singapura pagi tadi jeblok hingga 0,5% ke Rp 10.474/SG$, tetapi pada pukul 12:35 WIB sudah berada di Rp 10.553/SG$, menguat 0,27% di pasar spot.

Data ekonomi dari dalam negeri kurang mampu membantu rupiah menguat.

Bank Indonesia merilis hasil Survei Penjualan Eceran. Hasilnya, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil berada di 239,2 pada April 2022. Naik 8,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, (year-on-year/yoy). Melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang 9,3% (yoy).

Secara bulanan (month-to-month/mtm), penjualan ritel tumbuh 16,5%. Jauh membaik ketimbang bulan sebelumnya yang tumbuh 2,6% (mtm).

"Peningkatan didorong oleh kenaikan aktivitas ekonomi masyarakat pada periode Ramadan dan menjelang Idul Fitri," sebut keterangan tertulis BI.
Untuk Mei 2022, BI memperkirakan IPR berada di 239,7. Naik 5,4% (yoy)dan 0,2% (mtm).

Dari sisi harga, lanjut laporan BI, responden memprakirakan tekanan inflasi pada Juli dan Oktober 2022 (3 dan 6 bulan mendatang) meningkat.

Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) Juli dan Oktober masing-masing tercatat sebesar 141,7 dan 137,5, atau meningkat dibandingkan 135,6 dan 129,8 pada bulan sebelumnya, sejalan dengan naiknya harga bahan baku, disertai dengan kenaikan harga BBM dan perkiraan responden terhadap terjadinya kendala distribusi barang.

Sementara itu dari Singapura, survei yang dilakukan otoritas moneternya (Monetary Authority of Singapore/MAS), menunjukkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) diperkirakan tumbuh 5,4% di kuartal II-2022, begitu juga dengan inflasi inti 3,5%.

Sementara untuk setahun penuh, inflasi dan inflasi inti diekspektasikan akan tumbuh 4% dan 3,4%, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 3,6% dan 2%.

MAS menggunakan inflasi inti sebagai acuan menetapkan kebijakan moneter, dengan ekspektasi yang semakin meninggi, maka kebijakan moneter berpeluang kembali diketatkan.

Hal tersebut membuat dolar Singapura perkasa melawan rupiah.

Sejauh ini MAS sudah 3 kali mengetatkan kebijakannya, pada Oktober tahun lalu, Januari serta April lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular