Ini Jurus Baru Putin Agar Rubel Tak Jadi "Senjata Makan Tuan"

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 June 2022 12:10
Pemerintah Rusia pimpinan Presiden Vladimir Putin (SPUTNIK/AFP via Getty Images/MIKHAIL METZEL)
Foto: Pemerintah Rusia pimpinan Presiden Vladimir Putin (SPUTNIK/AFP via Getty Images/MIKHAIL METZEL)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rubel yang masih betah di puncak klasemen mata uang dunia membuat Rusia was-was. Pasalnya, niilai tukar yang terlalu kuat akan berdampak buruk bagi perekonomian suatu negara.

Melansir data Refinitiv, pada perdagangan Kamis (9/6/2022) rubel tercatat melesat 4,7% ke RUB 55,25/US$. Sepanjang tahun ini penguatannya lebih dari 23% melawan dolar AS, dan mengukuhkan posisinya sebagai mata uang terbaik di dunia.

Rubel juga kembali mendekati lagi titik terkuat dalam 7 tahun terakhir RUB 51,49/US$ yang dicapai pada Rabu (25/6/2022) lalu.

Kuatnya rubel tersebut tidak lepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Rusia sejak Maret lalu, ketika rubel jeblok hingga lebih dari 100% ke rekor terlemah sepanjang masa ke RUB 150/US$.

Bank sentral Rusia (Central Bank of Rusia/CBR) menaikkan suku bunga menjadi 20% dari sebelumnya 9,5%, Presiden Vladimir Putin menetapkan kebijakan capital control. Selain itu, pembayaran gas dan minyak bumi Rusia juga diminta menggunakan rubel.

Kebijakan tersebut, ditambah dengan surplus transaksi berjalan yang meroket akibat tingginya harga energi dan penurunan impor membuat rubel langsung berbalik arah, dari mata uang terburuk di dunia menjadi yang terbaik dalam tempo 2 bulan saja.

Namun, kini dengan nilai tukar yang terlalu kuat bisa menjadi "senjata makan tuan" bagi Rusia.

Rubel yang terlalu kuat dapat menekan ekspor, sebab harga komoditas Rusia akan lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, yang bisa menurunkan permintaan.

"Semakin kuat nilai tukar maka defisit anggaran akan semakin besar. Penguatan itu akan mempersulit para eksportir, menaikkan biaya dan mengurangi pendapatan," kata Evgeny Kogan, profesor di Higher School of Economic di Moskow, sebagaimana dilansir Bloomberg, Senin (23/5/2022).

Dimitry Peskov, juru bicara Kremlin mengatakan apresiasi nilai tukar rubel saat ini menjadi topik utama diskusi Presiden Putin dengan para penasehat ekonominya.
"Penguatan nilai tukar rubel menjadi perhatian khusus bagi pemerintah," kata Peskov, sebagaimana dilansir Bloomberg, Rabu (25/5/2022).

Presiden Putin pun bertindak, kebijakan capital control mulai dilonggarkan. Perusahaan Rusia yang sebelumnya diwajibkan mengkonversi valuta asingnya sebanyak 80% menjadi rubel, kini dikurangi menjadi 50%. Keputusan tersebut sudah ditandatangani kemarin.

"Keputusan tersebut adalah ilustrasi yang bagus, menunjukkan jika nilai tukar rubel berada di bawah RUB 60/US$, makan akan berdampak buruk ke eksportir, serta anggaran negara," kata Evgeny Suvorov, analis di CentroCreditBank, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis kemarin.

Selain itu, analis dari Promsvyazbank dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters menyatakan secara teori keputusan tersebut bisa membawa nilai tukar rubel melemah ke RUB 65/US$.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Bank Sentral Rusia Agresif Pangkas Suku Bunga

Bank sentral Rusia (CBR) juga bertindak cepat. Batas transfer individu ke luar negeri, khususnya ke negara-negara yang disebut "bersahabat" dinaikkan menjadi setara US$ 150.000/bulan, dari sebelumnya US$ 50.000/bulan.

Selain itu, CBR di bawah pimpinan Elvira Nabiullina juga agresif memangkas suku bunga. Sejauh ini, CBR sudah memangkas suku bunga sebanyak 3 kali masing-masing 300 basis poin menjadi 11%.

Inflasi yang melandai menjadi alasan Nabiullina agresif memangkas suku bunganya.

"Berkat rubel yang menguat, inflasi menjadi turun lebih cepat dari yang kami perkirakan. Ini memungkinkan kamu untuk menurunkan suku bunga tanpa memicu kenaikan inflasi yang baru," kata Elvira Nabiullina, Gubernur CBR sebagaimana dilansir Reuters,Kamis (26/5/2022).

Saat itu, Nabiullina memangkas suku bunga dalam rapat kebijakan moneter darurat yang diumumkan sehari sebelumnya. Bahkan, akan ada rapat kebijakan moneter darurat lagi pada hari ini.

CBR pun diperkirakan akan kembali memangkas suku bunganya, bahkan sudah diungkapkan langsung oleh Nabiullina.

"Kami membuka kemungkinan suku bunga kembali diturunkan dalam rapat kebijakan moneter selanjutnya," tegasnya.

TD Securities yang sebelumnya melihat suku bunga akan dipangkas sebesar 100 basis poin, kini memperkirakan sebesar 300 basis poin menjadi 8%.

Oxford Economics lebih besar lagi, suku bunga diperkirakan akan dipangkas hingga 500 basis poin besok, setelah 300 basis poin bulan lalu, sehingga totalnya 800 basis poin.

"Tidak ada alasan untuk melakukan pertemuan darurat dan mengumumkannya ke pasar jika bukan untuk memangkas suku bunga yang signifikan. Saya tidak akan terkejut jika suku bunga dipangkas 700 - 800 basis poin," kata Tatiana Orlova dari Oxford Economics, sebagaimana dilansir Bloomberg akhir Mei lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular