
Ini Jurus Baru Putin Agar Rubel Tak Jadi "Senjata Makan Tuan"

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rubel yang masih betah di puncak klasemen mata uang dunia membuat Rusia was-was. Pasalnya, niilai tukar yang terlalu kuat akan berdampak buruk bagi perekonomian suatu negara.
Melansir data Refinitiv, pada perdagangan Kamis (9/6/2022) rubel tercatat melesat 4,7% ke RUB 55,25/US$. Sepanjang tahun ini penguatannya lebih dari 23% melawan dolar AS, dan mengukuhkan posisinya sebagai mata uang terbaik di dunia.
Rubel juga kembali mendekati lagi titik terkuat dalam 7 tahun terakhir RUB 51,49/US$ yang dicapai pada Rabu (25/6/2022) lalu.
Kuatnya rubel tersebut tidak lepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Rusia sejak Maret lalu, ketika rubel jeblok hingga lebih dari 100% ke rekor terlemah sepanjang masa ke RUB 150/US$.
Bank sentral Rusia (Central Bank of Rusia/CBR) menaikkan suku bunga menjadi 20% dari sebelumnya 9,5%, Presiden Vladimir Putin menetapkan kebijakan capital control. Selain itu, pembayaran gas dan minyak bumi Rusia juga diminta menggunakan rubel.
Kebijakan tersebut, ditambah dengan surplus transaksi berjalan yang meroket akibat tingginya harga energi dan penurunan impor membuat rubel langsung berbalik arah, dari mata uang terburuk di dunia menjadi yang terbaik dalam tempo 2 bulan saja.
Namun, kini dengan nilai tukar yang terlalu kuat bisa menjadi "senjata makan tuan" bagi Rusia.
Rubel yang terlalu kuat dapat menekan ekspor, sebab harga komoditas Rusia akan lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, yang bisa menurunkan permintaan.
"Semakin kuat nilai tukar maka defisit anggaran akan semakin besar. Penguatan itu akan mempersulit para eksportir, menaikkan biaya dan mengurangi pendapatan," kata Evgeny Kogan, profesor di Higher School of Economic di Moskow, sebagaimana dilansir Bloomberg, Senin (23/5/2022).
Dimitry Peskov, juru bicara Kremlin mengatakan apresiasi nilai tukar rubel saat ini menjadi topik utama diskusi Presiden Putin dengan para penasehat ekonominya.
"Penguatan nilai tukar rubel menjadi perhatian khusus bagi pemerintah," kata Peskov, sebagaimana dilansir Bloomberg, Rabu (25/5/2022).
Presiden Putin pun bertindak, kebijakan capital control mulai dilonggarkan. Perusahaan Rusia yang sebelumnya diwajibkan mengkonversi valuta asingnya sebanyak 80% menjadi rubel, kini dikurangi menjadi 50%. Keputusan tersebut sudah ditandatangani kemarin.
"Keputusan tersebut adalah ilustrasi yang bagus, menunjukkan jika nilai tukar rubel berada di bawah RUB 60/US$, makan akan berdampak buruk ke eksportir, serta anggaran negara," kata Evgeny Suvorov, analis di CentroCreditBank, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis kemarin.
Selain itu, analis dari Promsvyazbank dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters menyatakan secara teori keputusan tersebut bisa membawa nilai tukar rubel melemah ke RUB 65/US$.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Bank Sentral Rusia Agresif Pangkas Suku Bunga
