
Putin Makin Getol 'Buang' Dolar, Negara Lain Nyusul?

Hal ini membuat beberapa negara mempertimbangkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Dominasi dolar AS diperkirakan perlahan mulai tergerus.
Bank investasi asal AS, Goldman Sachs dalam sebuah catatan yang dirilis akhir Maret lalu menyatakan dolar AS akan menghadapi tantangan penurunan dominasinya di finansial global, sama seperti poundsterling di awal 1900an.
Poundsterling Inggris sebelumnya merupakan mata uang yang menjadi cadangan devisa terbesar, sebelum akhirnya disalip dolar AS. Porsi poundsterling saat ini bahkan hanya 5% saja di cadangan devisa global.
Ekonom Goldman Sachs, Cristina Tessari mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi adalah nilai perdagangan Amerika Serikat yang relatif kecil ketimbang penggunaan dolar AS secara global.
Berdasarkan data dari Statista, nilai ekspor Amerika Serikat di tahun 2020 sebesar US$ 1,43 triliun atau berkontribusi sebesar 8,1% dari total ekspor global. Sementara impor tercatat sebesar US$ 2,4 triliun yang berkontribusi 13,5% dari total impor global.
Dengan nilai perdagangan itu, dibandingkan dengan penggunaan dolar AS sangat dominan dalam perdagangan, ada ruang bagi negara-negara lain untuk menggunakan mata uang alternatif. Sehingga ketergantungan akan dolar AS menjadi berkurang.
Hal yang sama juga diungkapkan Gita Gopinath, wakil direktur Dana Moneter Internasional (IMF). Ia menyatakan sanksi yang diberikan negara-negara Barat ke Rusia dapat membuat fragmentasi sistem finansial global yang bisa merusak dominasi dolar AS.
Gopinath juga mengatakan meningkatnya penggunaan mata uang selain dolar AS dalam perdagangan akan membuat bank sentral mendiversifikasi cadangan devisa mereka. Artinya porsi dolar AS akan dikurangi, yang sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
![]() |
Data terbaru dari IMF menunjukkan porsi dolar AS di cadangan devisa global mengalami penurunan menjadi 59% di kuartal IV-2021. Sementara euro masih stabil di kisaran 21%, yen 6% dan poundsterling 5%.
Yang menunjukkan kenaikan signifikan adalah mata uang non-tradisional, selain yang disebutkan di atas. Termasuk di dalamnya ada yuan China, yang porsinya di cadangan devisa global mengalami kenaikan konsisten, saat ini berada di kisaran 10%. Itu artinya, bank sentral sudah mulai mengurangi porsi dolar AS di cadangan devisanya, dan beralih ke mata uang alternatif.
Indonesia sendiri sudah mulai mengurangi ketergentungan dolar AS dengan menerapkan kebijakan Local Currency Settlement (LCS), yakni penyelesaian transaksi perdagangan antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara di mana setelmen transaksinya dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing
Bank Indonesia (BI) sudah menjalin kesepakatan dengan bank sentral Malaysia, Thailand, Jepang dan China. Nilia transaksi menggunakan LCS juga terus mengalami kenaikan. Sepanjang 2021 nilainya sekitar US$ 2,5 miliar dan BI menargetkan tahun ini akan mengalami kenaikan 10%. Target tersebut kemungkinan besar akan terlewati, sebab nilai transaksi LCS pada periode Januari - April sudah sebesar US$ 1,1 miliar, atau melesat lebih dari 96% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
