
Sentuh Level Psikologis, Tapi Akumulasi Penurunan Bitcoin 32%

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah terkoreksi tajam, harga token kripto terbesar di dunia yaitu Bitcoin berhasil mencicipi level psikologis US$ 30.000/BTC. Namun, harga Bitcoin masih anjlok 32% sejak awal tahun.
Saat ini kondisi makroekonomi belum menguntungkan bagi Bitcoin. Inflasi yang tinggi membuat bank sentral seperti The Fed (otoritas moneter AS) mengambil langkah agresif dalam menaikkan suku bunga acuan.
Dampaknya adalah dolar AS menguat. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, harga Bitcoin dan dolar AS cenderung bergerak berlawanan arah atau memiliki korelasi yang negatif.
Saat dolar AS menguat akibat kenaikan suku bunga, wajar saja jika harga Bitcoin pun tertekan, apalagi sudah sempat mencicipi level all time high baru.
Menariknya, sebenarnya Bitcoin sudah menghadapi 5x fase bearish bahkan crash dalam 5 tahun terakhir. Namun Bitcoin selalu selamat dan bahkan berhasil mencetak rekor tertinggi barunya pada 4 fase sebelumnya.
Fase bearish pertama Bitcoin terjadi di akhir tahun 2017. Kala itu harga Bitcoin sempat mencapai puncaknya di US$ 18.953/BTC. Namun setelah itu BTC kehilangan 83,15% nilai pasarnya ke level US$ 3.194/BTC.
Fase bearish kedua terjadi saat pandemi Covid-19 melanda. Harga Bitcoin awalnya berada di US$ 10.174/BTC. Namun dalam 5 pekan harga Bitcoin drop 47,48% ke US$ 5.344/BTC.
Kemudian fase bearish ketiga terjadi di pertengahan tahun 2021. Harga Bitcoin sempat mencapai US$ 59.979/BTC yang menjadi level all time high-nya kala itu. Setelah mencapai peak harga ambrol 47,02% ke level US$ 31.777/BTC dalam kurun waktu 14 minggu.
Terakhir, fase bearish kelima sedang dialami oleh Bitcoin saat ini. Belum sempat kembali mencapai level all time high-nya, Bitcoin drop dari harga US$ 46.864/BTC ke bawah US$ 30.000/BTC. Market cap Bitcoin pun tergerus 36,05% selama 8 pekan beruntun.
Harga Bitcoin yang anjlok tajam pada Mei 2022 juga bertepatan dengan kepercayaan investor yang hilang terhadap stable coin milik Terraforms Lab (TFL) yakni USD Terra (UST) dan LUNA.
Sebagai stable coin harga UST akan selalu dijaga direntang US$ 1. Namun pada 8 Mei 2022, harga UST terus turun dan membuat sister coinnya yaitu LUNA ambles sampai tak bernilai sama sekali.
Token kripto LUNA kini sama sekali tak bernilai karena sudah sangat mendekati US$ 0. Kerugian besar yang diterima investor dan kemungkinan dampak sistemik pada ekosistem kripto membuat sang developer Terra-LUNA Do Kwon mendapat tekanan.
Akhir pekan lalu, Do Kwon pun membuat upaya pembangkitan Terra-LUNA dengan menerbitkan koin baru yaitu LUNA Airdrops tanpa penggunaan stable coin.
LUNA yang lama yang harganya hampir US$ 0 diganti nama menjadi LUNA Classic (LUNC). Upaya penyelamatan ekosistem Terra-LUNA ini masih menjadi salah satu fokus pelaku pasar sekarang dan terus membayangi pasar kripto global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cadangan Bitcoin LFG Nyaris Habis, Token LUNA Akan Tamat?