Di Eropa, Rupiah Cuma Kalah Sama Franc Swiss, Tapi Tipis Kok!

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
31 May 2022 11:54
U.S. dollar and Euro banknotes are seen in this picture illustration taken May 3, 2018. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
Foto: REUTERS/Dado Ruvic

Jakarta, CNBC Indonesia- Kurs rupiah berhasil libas euro dan poundsterling, meski tipis. Namun, rupiah terkoreksi terhadap dolar franc swiss pada perdagangan hari ini, Selasa (31/5). Apa penyebabnya?

Melansir Refinitiv, pukul 11:20 WIB, rupiah menguat tipis terhadap euro sebanyak 0,02% ke Rp 15.685/EUR dan rupiah terapresiasi terhadap poundsterling 0,1% di Rp 18.397/GBP.

Namun, dolar franc swiss berhasil menguat terhadap Mata Uang Ibu Pertiwi sebesar 0,07% ke Rp 15.211,05/CHF.

Rupiah berhasil melibas euro dan poundsterling ketika kedua mata uang tersebut sedang perkasa-perkasanya di pasar spot.

Euro terus bergerak menguat di pasar spot hingga bulan ini menjadi bulan terbaiknya dalam setahun karena pasar mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral Eropa (ECB) dan potensi pertumbuhan ekonomi global yang melambat.

Di sepanjang bulan ini, euro berhasil menguat 2,2% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan akan menjadi kenaikan bulanan terbesar dalam tahun ini.

Kemarin, euro sempat mencapai level tertinggi selama lima pekan di US$1,0786 karena inflasi Jerman naik ke level tertinggi dalam hampir setengah abad di bulan Mei didukung oleh melonjaknya harga energi dan pangan.

Indeks Harga Konsumen (IHK) Jerman melonjak 8,7% dari 7,8% di bulan sebelumnya dan jauh di atas ekspektasi pasar yang hanya di 8%. Angka inflasi tersebut tertinggi sejak 1973 ketika krisis minyak dunia menyebabkan siklus inflasi yang sulit dihentikan.

Hal tersebut, ikut memperkuat prediksi pasar bahwa ECB akan lebih "galak" untuk menaikkan suku bunganya yang akan dimulai pada bulan Juli untuk pertama kalinya sejak pandemi dimulai.

"ECB jelas telah melewati tahap diskusi apakah dan bahkan kapan suku bunga kebijakan harus dinaikkan. Satu-satunya diskusi tampaknya adalah apakah ECB harus memulai dengan kenaikan suku bunga 25bp pada Juli atau 50bp," kata Ekonom ING Carsten Brzeski yang dikutip dari Reuters.

Hal serupa terjadi pada poundsterling, yang berada pada posisinya untuk naik secara bulanan untuk pertama kalinya dalam lima bulan karena membaiknya sentimen pasar.

"Rebound GBPUSD sebagian besar mencerminkan depresiasi pada dolar AS," kata Vasileios Gkionakis, kepala strategi CitiFX.

Namun, dia memprediksikan bahwa mata uang di Benua Biru akan tetap berada pada tren bearish karena tidak adanya stimulus fiskal yang berarti dan pertumbuhan ekonomi yang melemah.

Hal tersebut diperkuat oleh Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi (CFTC) yang menunjukkan investor sedikit menambah posisi jual bersih poundsterling mereka di pekan lalu. Posisi jual bersih sekarang mencapai US$6,3 miliar dan menjadi posisi jual terbesar sejak 2019.

Menurut Ahli Strategi FX Bank of America Kamal Sharma bahwa menaikkan suku bunga terhadap ekonomi yang melambat tajam tidak akan menjadi pandangan yang baik untuk mata uangnya. Dia juga mengatakan bahwa prospek PDB Inggris terlihat suram.

Sementara itu, Mata Uang Garuda masih gagal menguat terhadap dolar franc swiss. Tidak heran, karena mata uang tersebut menyandang predikat safe haven yang banyak diburu ketika ekonomi global bergejolak.

Meski begitu, pelemahan rupiah hanya tipis, bahkan di sepanjang pekan lalu, rupiah masih berhasil menguat sebanyak 0,22% terhadap dolar franc swiss.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Lagi Lesu, Eh Rupiah Malah Ikutan...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular