RBA Tak Lagi Beri Tekanan, Kurs Dolar Australia Perkasa!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 27/05/2022 11:15 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sedang kuat dalam beberapa hari terakhir setelah pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) Namun melawan dolar Australia, rupiah masih kesulitan menguat.

Pada perdagangan Jumat (27/5/2022), pukul 10:24 WIB dolar Australia menguat 0,3% ke Rp 10.414/AU$ di pasar spot, melansir data Refinitv.

Dolar Australia masih perkasa sebab bank sentralnya (Reserve bank of Australia/RBA) tidak lagi membuatnya tertekan. Saat pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, RBA menerapkan kebijakan pembelian obligasi (quantitative easing/QE) pertama dalam sejarah. Total nilainya mencapai AU$ 280 miliar.


Asisten gubernur RBA, Christopher Kent di awal pekan ini mengatakan kebijakan tersebut membuat yield obligasi turun sekitar 0,3 persen poin, yang berkontribusi terhadap pelemahan dolar Australia.

Kebijakan tersebut membuat nilai neraca RBA menjadi AU$ 600 miliar, dan Kent mengatakan obligasi yang dimiliki akan dilepas secara bertahap karena jatuh tempo dalam beberapa tahun mendatang.

"Dengan membiarkan kepemilikan obligasi berkurang secara bertahap seiring berjalannya waktu saat jatuh tempo, efek dari kepemilikan tersebut, yaitu tekanan bagi yield dan nilai tukar dolar Australia akan berkurang secara bertahap," kata Kent sebagaimana dilansir Australia Financial Review, Senin (23/5/2022).

Sementara itu BI pada pengumuman kebijakan moneter Selasa lalu juga melakukan pengetatan moneter. Meski mempertahankan suku bunga acuannya, BI mempercepat dan menambah kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM).

Sebelumnya di awal tahun ini, BI berencana mengerek GWM Pada Maret (100 basis poin), Juni (100 basis poin) dan September (50 basis poin), untuk bank umum konvensional (BUK) menjadi 6,5%

Dan untuk bank umum syariah (BUS) di September GWM menjadi 5%, dengan kenaikan masing-masing 50 basis poin.

BI kemudian mempercepat dan menaikkan lagi GWM. Untuk BUK, GWM yang saat ini 5% akan naik menjadi 6% di bulan Juni, kemudian 7,5% di bulan Juli dan 9% di bulan September.

Untuk BUS yang saat ini 4% naik menjadi 4,5% di Juni, 6% di Juli dan 7,5% di September.

Kenaikan tersebut diperkirakan akan menyerap likuiditas di perekonomian sebesar Rp 110 triliun.

"Secara keseluruhan ini memang dengan kenaikan GWM ini akan mengurangi likuiditas di perbankan sekitar Rp 110 triliun" jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Selasa (24/5/2022).

Penyerapan likuiditas tersebut diharapkan mampu membuat rupiah lebih stabil.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor