Suku Bunga Fed Bisa di Atas 3,5%, Rupiah Lemah Letih Lesu

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 May 2022 15:13
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren buruk rupiah masih berlanjut pada perdagangan Kamis (19/5/2022). Mata uang Garuda masih belum mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang bulan ini.

Pergerakan yang sama masih terjadi, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,1%, tetapi dalam hitungan detik sudah berbalik melemah. Rupiah sempat merosot hingga ke Rp 14.736/US$, yang merupakan level terlemah sejak 16 Oktober 2020.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.730/US$, melemah 0,31% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Dalam 8 hari perdagangan sepanjang Mei, rupiah tercatat melemah sebanyak 6 kali dan 2 kali stagnan. Total pelemahan rupiah sepanjang bulan ini sebesar 1,62%, dan sepanjang tahun ini 3,37%.

Suku bunga di Amerika Serikat yang akan terus dinaikkan membuat rupiah tertekan.

Selasa lalu, ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell menyatakan tidak akan ragu untuk menaikkan suku bunga hingga di atas level netral guna meredam inflasi.

"Apa yang perlu kita lihat adalah inflasi turun dengan cara yang jelas dan meyakinkan. Jika kami tidak melihat itu, kami harus mempertimbangkan untuk bergerak lebih agresif," tuturnya pada Konferensi Wall Street Journal yang dikutip dari Reuters.

Suku bunga dikatakan netral jika berada di level yang tidak menstimulasi perekonomian tetapi juga tidak menekannya. Suku bunga di AS dalam posisi netral diperkirakan berada di level 3,5%, dan kemungkinan akan berada di level tersebut pada tahun depan. Sebab, pasar pasar kini melihat di akhir tahun suku bunga The Fed akan berada di kisaran 2,75% - 3%, artinya akan ada kenaikan 200 basis poin lagi.

Suku bunga di atas netral, artinya bisa menekan perekonomian, dan Powell juga mengakui hal tersebut. Tetapi, ia menyatakan ada "banyak langkah" yang bisa dilakukan agar perekonomian AS tidak mengalami resesi yang dalam.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Selisih Suku Bunga Menyempit, Pasar Tunggu Petunjuk BI

Kenaikan suku bunga yang agresif tersebut mau tidak mau akan membuat Bank Indonesia (BI) untuk juga mengerek suku bunganya agar daya tarik aset dalam negeri masih terjaga. Suku bunga acuan BI saat ini 3,5%, dan terus menyempit dengan Amerika Serikat.

Dampaknya sudah terlihat di pasar obligasi Indonesia yang mengalami capital outflow hingga Rp 78 triliun sepanjang tahun ini. Selain itu, Selain itu, lelang obligasi juga menjadi kurang menarik. Pekan lalu penawaran yang masuk hanya Rp 19,7 triliun di bawah target indikatif 20 triliun dan yang dimenangkan hanya 7,7 triliun.

BI akan melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) lagi pada 23 dan 24 Mei mendatang. Kemungkinan BI menaikkan suku bunga masih ada, tetapi sepertinya kecil, sebab BI kemungkinan akan mengamati terlebih dahulu perkembangan inflasi inti pasca Ramadan.

Meski demikian, pelaku pasar akan melihat apakah BI masih bersikap dovish atau akan sedikit hawkish dengan mengindikasikan suku bunga akan naik di semester II-2022. Jika itu terjadi, rupiah tentunya punya tenaga untuk menguat.

Sebelumnya, pasar akan melihat rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), yang di dalamnya berisi transaksi berjalan (current account) Jumat besok.

Surplus transaksi berjalan menjadi faktor penting bagi rupiah, sebab mencerminkan arus devisa yang lebih stabil. Dengan neraca perdagangan yang terus mencetak surplus, hingga 24 bulan beruntun, transaksi berjalan Indonesia berpeluang masih mempertahankan surplusnya di kuartal I-2022, sehingga bisa memberikan sentimen positif ke rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular