Rp 23 T 'Digondol', Indonesia Tak Lagi Jadi Surga?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 17/05/2022 09:50 WIB
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebelum memasuki bulan Mei, pasar saham Indonesia diguyur modal investor asing berpuluh-puluh triliun rupiah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun berkali-kali memecahkan rekor tertinggi.

Perang Rusia dengan Ukraina membuat pasar saham Eropa mengalami capital outflow. Duit yang terbang tersebut mencari tempat baru untuk "berkembang biak", Indonesia menjadi salah satu tujuannya.

Sebab, Indonesia diuntungkan oleh harga komoditas yang melonjak, neraca perdagangan sukses mencetak surplus dalam 23 bulan beruntun, devisa mengalir deras ke dalam negeri, fundamental pun membaik.


Transaksi berjalan Indonesia membukukan surplus sebesar US$ 1,4 miliar atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2021. Sepanjang 2021, surplus transaksi berjalan tercatat sebesar US$ 3,3 miliar (0,3% dari PDB). Kali terakhir transaksi berjalan mencatat surplus secara tahunan yakni pada 2011 lalu.

Sayangnya, memasuki perdagangan Mei pekan lalu pasar saham malah mengalami aksi jual masif. IHSG pun ambrol hingga 8,7% ke 6.597,993, jauh dari rekor tertinggi sepanjang masa 6.355,3. Penguatan sepanjang tahun ini pun hanya tersisa 0,25% saja.

Data pasar menunjukkan sepanjang pada periode 9 - 13 Mei lalu, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih sebesar Rp 8,41 triliun di pasar reguler, dan ditambah pasar tunai dan nego nilainya mencapai Rp 9,11 triliun.

Indonesia yang sebelumnya menjadi "surga investasi" kini mulai ditinggalkan, atau ini merupakan fenomena sell in May and go away?

Fenomena atau mitos tersebut terjadi di bursa saham Amerika Serikat (AS), di mana di bulan Mei akan terjadi aksi jual sehingga kinerja indeks menjadi negatif. Dan hal tersebut terjadi lagi di tahun ini. Indeks Dow Jones, S&P 500 dan Nasdaq semuanya ambrol. 

IHSG bulan ini memang juga terpuruk. Namun, jika melihat sejak 1991 kinerja IHSG sebenarnya lebih banyak mengalami penguatan. IHSG tercatat menguat sebanyak 13 kali, sementara penguatannya sebanyak 19 kali, bahkan beberapa kali mengalami penguatan yang tajam. 

 

Di bulan Mei kali ini, IHSG memang diterpa aksi jual hingga jeblok mengikuti Wall Street. Aksi jual tersebut membuat net buy asing di sepanjang tahun ini menyusut menjadi Rp 63 triliun.

Jebloknya IHSG dengan capital outflow yang masih membuat nilai tukar rupiah juga terseret turun. Dalam sepekan rupiah melemah 0,79% ke Rp 14.610/US$, yang merupakan level terlemah sejak November 2020.

Tidak hanya di pasar saham, pasar obligasi Indonesia yang sudah kurang menarik menjadi semakin terpuruk.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rp 9 Triliun Lenyap dari Pasar Obligasi Sekunder, Lelang Sepi


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas

Pages