
FYI, Kurs Dolar Australia Jeblok ke Bawah Rp 10.000/AU$!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia yang terus merosot melawan rupiah akhirnya menembus ke bawah Rp 10.000/AU$ Kamis kemarin. Meski demikian di penutupan perdagangan berada di kisaran Rp 10.003/AU$, mencatat pelemahan 0,92%, melansir data Refinitiv.
Sementara itu pada perdagangan Jumat (13/5/2022) pukul 9:45 WIB dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.050/US$, menguat 0,47%. Penurunan tajam yang dialami sejak awal April, hingga kemarin menyentuh Rp 9.964/AU$, terendah sejak Juli 2020, tentunya memicu aksi ambil untung dari sisi rupiah, yang membuat dolar Australia naik pada hari ini.
Yang menarik, dolar Australia masih terus merosot meski bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) sudah menaikkan suku bunga pekan lalu. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan sikap dovish-nya. Sehingga jika BI berubah hawkish dan mengindikasikan akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, maka tidak menutup kemungkinan dolar Australia akan merosot lebih dalam.
Selasa pekan lalu, RBA menaikkan suku bunga pekan lalu sebesar 25 basis poin menjadi 0,35% dari rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kenaikan tersebut menjadi yang pertama sejak November 2010.
Bahkan kenaikannya lebih besar dari prediksi ekonom yang disurvei Reuters yang memperkirakan kenaikan sebesar 15 basis poin.
Survei tersebut juga menunjukkan RBA akan diperkirakan agresif dalam menaikkan suku bunga. Sebanyak 23 dari 32 ekonom memperkirakan di bulan Juni, suku bunga diperkirakan akan kembali dinaikkan menjadi 0,5%, 4 ekonom bahkan memprediksi suku bunga menjadi 0,75%.
Meski diperkirakan akan sangat agresif, tetapi nyatanya dolar Australia masih terus melemah melawan rupiah.
Pasar saat ini mulai cemas akan pelambatan ekonomi China membuat dolar Australia juga tertekan.
China merupakan pasar ekspor terbesar Australia, sehingga ketika perekonomian China melambat maka permintaan dari Australia akan menurun. Pada akhirnya perekonomian Australia akan terkena imbasnya.
Selain itu bursa saham global yang terus merosot belakangan ini cukup memukul dolar Australia yang sering dianggap risk on currency. Artinya, ketika sentimen pelaku pasar membaik yang tercermin dari kenaikan bursa saham global dolar Australia cenderung mengikuti, begitu juga sebaliknya.
Saat sentimen pelaku pasar memburuk, rupiah sebenarnya juga mendapat pukulan.Tetapi untuk saat ini rupiah masih diuntungkan dari tingginya harga komoditas, yang membuat neraca perdagangan surplus dalam 23 bulan beruntun, dan pasokan devisa mengalir deras ke dalam negeri.
Selama harga komoditas masih tinggi, kinerja rupiah masih akan terjaga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
