Mayday Mayday! Rupiah Jeblok ke Level Terlemah 1,5 Tahun

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 May 2022 09:17
Ilustrasi Rupiah dan Dollar di teller Bank Mandiri, Jakarta, Senin (07/5). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Rupiah melemah 0,32 % dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. Harga jual dolar AS di  bank Mandiri Rp. 14.043. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (13/5/2022). Tetapi, seperti yang terjadi di pekan ini rupiah akan kesulitan untuk mencatat penguatan.

Dalam 4 hari perdagangan di pekan ini, rupiah selalu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal-awal saja. Saat penutupan apresiasi tersebut gagal dipertahankan rupiah berakhir melemah atau stagnan.

Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan, kemudian sempat menguat tipis 0,03% sebelum berbalik melemah 0,21% ke Rp 14.625/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah dalam satu setengah tahun terakhir, tepatnya sejak 3 November 2020.

Rupiah akan kesulitan menguat hari ini melihat indeks dolar AS yang kemarin melesat 0,84% ke 104,75, rekor tertinggi 20 tahun yang baru. Apalagi, jika kembali terjadi capital outflow di pasar saham.

Net sell investor asing kemarin tercatat lebih dari Rp 700 miliar, dengan demikian dalam 4 hari total capital outflow mencapai Rp 6,7 triliun.
Aliran dana asing yang keluar bahkan lebih deras lagi di pasar obligasi sekunder.

Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan dalam 3 hari perdagangan saja pada 9 - 11 Mei, duit yang terbang dari pasar obligasi sudah lebih dari 10 triliun.

Besarnya capital outflow tersebut menyusul Rp 20 triliun yang terjadi sepanjang bulan April.

Capital outflow dari pasar saham dan obligasi tersebut di pekan ini nyaris Rp 17 triliun yang membuat rupiah kehabisan tenaga melawan dolar AS.

Dari dalam negeri, pelaku pasar hari ini menanti rilis data cadangan devisa yang akan dilaporkan Bank Indonesia (BI). Cadangan devisa menjadi faktor penting sebab menjadi "amunisi" bagi BI untuk menstabilkan rupiah melalui intervensi.

Cadangan devisa di bulan Maret mengalami penurunan cukup besar, US$ 2,3 miliar menjadi US$ 131,9 miliar. Posisi cadangan devisa tersebut merupakan yang terendah sejak Juli 2021.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tulis BI dalam keterangan resminya.

Menurut BI salah satu penyebab penurunan cadangan devisa yakni pembayaran utang pemerintah. Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, yang pemerintah memang terus meningkat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular