Harga CPO Naik, tapi Petani RI Menjerit! Kok Bisa?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
12 May 2022 09:38
Ilustrasi Kelapa Sawit cpo palm oil
Foto: Ilustrasi Kelapa Sawit (REUTERS/Luis Echeverria)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) naik tipis di sesi pembukaan perdagangan pada hari ini, Kamis (12/5/2022), Lantas bagaimana tren ke depan? apakah akan terus menanjak?

Mengacu pada data kepada Refinitiv, pukul 08:20 WIB harga CPO di banderol di level MYR 6.507/ton atau naik tipis 0,48%.

Dengan begitu, harga CPO masih drop 3,63% secara mingguan, tapi tetap naik 6,06% secara bulanan dan menguat 53,39% secara tahunan.

Wang Tao, Analis Komoditas Reuters, menilai bahwa harga CPO dapat menembus titik resistance di MYR 6.602/ton, dan naik ke titik target MYR 6.758/ton. Dia juga memprediksikan bahwa harga CPO akan stabil di sekitar titik support di MYR 6.290/ton.

12 MeiSumber: Refinitiv

Dari dalam negeri, Indonesia sedang mencari keseimbangan antara memanfaatkan harga minyak sawit global yang tinggi sambil memastikan harga makanan di dalam negeri terjangkau, di tengah larangan ekspor minyak kelapa sawit.

Larangan ekspor tersebut mengguncang pasar minyak nabati global yang sudah berjuang setelah perang di Ukraina menghilangkan sebagian besar pasokan minyak bunga matahari. Minyak sawit menguasai dari sepertiga pasar minyak nabati dunia, sementara Indonesia menyumbang sekitar 60% dari pasokan minyak sawit.

Musdhalifah Machmud, Wakil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, mengatakan pemerintah ingin sawit tidak hanya tersedia, tetapi juga terjangkau.

"Sebagai pemerintah, kita harus menjaga keseimbangan antara harga internasional yang tinggi dan (pengendalian) harga domestik untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng bagi rakyat kita," tambahnya yang dikutip dari Reuters.

Rupanya, larangan ekspor CPO Indonesia tidak hanya merugikan pasar minyak nabati internasional, tapi pasar nabati dalam negeri juga menderita.

Fadhil Hasan, seorang pejabat di Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), berharap larangan itu bisa dicabut dalam waktu dua minggu hingga satu bulan.

Hal serupa diserukan oleh Gulat Manurung, Ketua Kelompok Tani Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), bahwa larangan ekspor juga berdampak pada petani skala kecil. Pasalnya, pabrik membeli buah segar kelapa sawit dengan harga sekitar setengah dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan bahkan di bawah biaya produksi.

Petani kini menjual buah sawitnya dengan harga sekitar Rp 1.500/kg, sementara biaya produksinya sekitar Rp 1.800/kg. Tidak hanya itu, beberapa pabrik telah berhenti membeli dari petani mandiri untuk memprioritaskan panen dari kebun mereka sendiri.

"Petani menanggung beban terberat dari penghentian ekspor ini. Pabrik sekarang menimbun minyak (murah) dari petani untuk dijual nanti dengan harga tinggi ketika larangan dicabut," katanya, seraya menambahkan dia berharap kebijakan yang lebih saling menguntungkan akan menggantikan kebijakan larangan ekspor CPO tersebut.

Seperti diketahui, Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto pada beberapa waktu lalu mengatakan bahwa larangan ekspor CPO akan tetap berlaku sampai harga minyak goreng curah turun menjadi Rp 14.000/liter di seluruh negeri. Tapi hingga Selasa (10/5), data Kementerian Perdagangan menunjukkan minyak goreng curah dijual dengan harga Rp 17.600/liter.

Menurut Gabriel Tay, Analis Asosiasi Moody's Analytics mengatakan dalam sebuah penelitiannya bahwa larangan ekspor dapat mengatasi harga minya goreng yang tinggi dan akan menjadi "Victory Pyrrhic" (suatu kemenangan yang diraih dengan mengalami kerugian yang besar), serta dapat membahayakan perekonomian Indonesia.

Ketika Indonesia yang merupakan produsen utama CPO dunia melarang ekspornya, Malaysia dikabarkan justru menaikkan produksi ekspor CPOnya yang cukup signifikan.

Melansir data dari Diler Kargo Societe Generale de Surveillance pada Rabu (11/5), ekspor minyak sawit Malaysia untuk periode 1-10 Mei naik 45,2% menjadi 371.295 ton dari 255.789 ton jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Tidak hanya itu, Kementerian komoditas Malaysia telah mengusulkan pemotongan pajak ekspor minyak sawit sekitar setengah harga untuk membantu mengisi kekurangan pasokan minyak nabati global dan menumbuhkan pangsa pasar Malaysia.

Menteri Industri dan Komoditas Perkebunan Zuraida Kamaruddin mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada hari Selasa (10/5) bahwa kementeriannya telah mengusulkan pemotongan tersebut kepada kementerian keuangan, yang telah membentuk sebuah komite untuk melihat rinciannya.

Malaysia berencana memotong pajaknya, menjadi 4% -6% dari 8% saat ini. Keputusan tersebut akan diimplementasi paling cepat di bulan Juni.

Malaysia ingin meningkatkan pangsa pasar minyak nabati setelah invasi Rusia ke Ukraina mengganggu pengiriman minyak bunga matahari dan langkah Indonesia untuk melarang ekspor minyak sawit semakin memperketat pasokan global.

Malaysia juga akan memperlambat implementasi mandat biodiesel B30, yang menggunakan bahan baku sebanyak 30% minyak sawit. Malaysia ingin memprioritaskan pasokan ke industri pangan global dan domestik terlebih dahulu.

Meski begitu, Malaysia masih menghadapi krisis tenaga kerja asing yang belum terselesaikan hingga hari ini, karena pemerintah Malaysia belum dapat memenuhi janjinya untuk mendatangkan 32.000 pekerja asing.

"Krisis tenaga kerja, terutama untuk pemanen buah di perkebunan kelapa sawit, saat ini masih kritis," tutur Dirketur Malaysia Palm Oil Association (MPOA) Datuk Nageeb Wahab yang dilansir dari The Borneo Post.

Dia juga memprediksikan setidaknya perusahaan perkebunan berisiko kehilangan sekitar 15%-25% produksi tahun ini. Padahal, produksi CPO Malaysia sudah menurun di tahun sebelumnya karena pandemi Covid-19, sehingga mengharuskan Malaysia untuk menutup akses perbatasan negaranya guna menekan penyebaran virus yang lebih parah. Produksi CPO pun mengalami penurunan.

Pada tahun 2021, Malaysia mengalami penurunan pada produksi CPO nya yang hanya sekitar 18,12 juta ton dari 19,14 juta ton pada tahun 2020.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular