Ada Bencana Gentayangan di RI! Lebih Seram dari Covid-19?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 May 2022 08:10
Rilis BPS 9 Mei 2022 (Tangkapan Layar Youtube)
Foto: Rilis BPS 9 Mei 2022 (Tangkapan Layar Youtube)

Inflasi di Indonesia terus menanjak. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mengumumkan data inflasi Indonesia periode April 2022 tumbuh 0,95% dibandingkan sebulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini menjadi rekor tertinggi sejak 2017.

Sementara dibandingkan April 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 3,47%. Ini adalah yang tertinggi sejak 2019. Inflasi inti dilaporkan tumbuh 2,6% (yoy), tertinggi sejak Mei 2020 tetapi sedikit lebih rendah dari hasil polling Reuters 2,61% (yoy).

BI sendiri menargetkan inflasi berada di kisaran 3% plus minus 1% dan berulang kali menegaskan kebijakan moneter yang akan diambil berdasarkan kenaikan inflasi inti, tetapi tidak merespon first round impact. Artinya, jika inflasi inti terus menunjukkan kenaikan secara konsisten ada kemungkinan BI akan sedikit lebih hawkish.

Jika BI pada akhirnya merubah sikapnya menjadi lebih hawkish, misalnya dengan memberikan sinyal suku bunga akan dinaikkan di semester II-2022, maka rupiah berpeluang bangkit. Hingga April lalu, inflasi inti sudah naik dalam 7 bulan beruntun, sehingga tidak menutup kemungkinan sikap BI akan berubah. Apalagi jika melihat beberapa bank sentral dunia yang sikapnya berubah hanya dalam tempo satu dua bulan saja.

Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) menjadi yang teranyar menunjukkan bagaimana cepatnya perubahan sikap dari dovish menjadi hawkish. Pada awal bulan ini, RBA menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga hingga 2023, tetapi nyatanya pada pekan lalu suku bunga dinaikkan 25 basis poin dari rekor terendah 0,1% menjadi 0,35%.

Kenaikan tersebut menjadi yang pertama sejak November 2010 dan lebih tinggi dari prediksi analis. Hasil survei dari Reuters yang dilakukan pada 27-29 April terhadap 32 ekonom menunjukkan mayoritas memperkirakan RBA akan menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin saja.

Selain itu, survei tersebut menunjukkan RBA akan diperkirakan agresif dalam menaikkan suku bunga. Sebanyak 23 dari 32 ekonom memperkirakan di bulan Juni, suku bunga diperkirakan akan kembali dinaikkan menjadi 0,5%, empat ekonom bahkan memprediksi suku bunga menjadi 0,75%.

Sikap RBA tersebut mirip dengan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) sebelumnya. Di mana menunjukkan sikap sabar, tetapi berubah dalam waktu singkat, bahkan kini agresif dalam menaikkan suku bunga.

So, tidak menutup kemungkinan BI akan merubah sikapnya pada RDG bulan ini atau bulan depan, yang bisa memberikan suntikan tenaga bagi rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular