Siap-Siap Suku Bunga Kredit Makin Tinggi, Bursa Asia Rontok
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia dan Australia kembali ke zona merah pada perdagangan Selasa (3/5/2022), jelang pengumuman kebijakan moneter bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA). RBA diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada hari ini, mengikuti tren global.
Kenaikan suku bunga artinya ekspansi dunia usaha berisiko melambat akibat suku bunga kredit yang menanjak, hal ini juga akan berdampak ke perekonomian.
Alhasil, bursa saham pun cenderung tertekan saat suku bunga dinaikkan. Indeks ASX Australia hari ini kembali merosot 0,4%. Hang Seng Hong Kong yang kemarin libur jeblok 0,7%, Kospi Korea Selatan mampu naik 0,5%.
Beberapa bursa lainnya, termasuk Shanghai Composite China, hingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih libur.
Hasil survei dari Reuters yang dilakukan pada 27 - 29 April terhadap 32 ekonom menunjukkan mayoritas memperkirakan RBA akan menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin menjadi 0,25% dari saat ini 0,1% yang merupakan rekor terendah sepanjang sejarah.
Jika prediksi tersebut tepat, ini akan menjadi kenaikan suku bunga pertama RBA dalam 10 tahun terakhir.
Selain itu, survei tersebut menunjukkan RBA akan diperkirakan agresif dalam menaikkan suku bunga. Sebanyak 23 dari 32 ekonom memperkirakan di bulan Juni, suku bunga diperkirakan akan kembali dinaikkan menjadi 0,5%, 4 ekonom bahkan memprediksi suku bunga menjadi 0,75%.
Kenaikan yang agresif tersebut akan menjadi perubahan sikap yang signifikan, sebab di awal tahun ini RBA masih menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini.
Tidak hanya RBA, bank sentral Amerika Serikat (AS) juga akan bertindak agresif di pekan ini. Mengutip CME FedWatch, pasar 'bertaruh' suku bunga acuan akan dinaikkan 50 basis poin (bps) menjadi 0,75-1%. Kemungkinannya mencapai 99,3%.
Tidak hanya menaikkan suku bunga, The Fed juga akan mengurangi nilai neracanya, sehingga likuiditas di perekonomian Amerika Serikat akan terserap lebih banyak. Harapannya inflasi bisa terkendali. Tetapi hal tersebut bisa memicu "gempa" di pasar finansial berisiko membuat aset-aset berisiko terus merosot.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)