CNBC Indonesia Research

Kacau, Deretan Saham Ini Jeblok 30% Lebih! Beli atau Hindari?

M Malik Haknuh, CNBC Indonesia
24 January 2023 12:45
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau memiliki volatilitas cukup tinggi, setelah berkali-kali terkoreksi di pekan-pekan awal kemudian jatuh ke support di level 6.500 an, namun akhirnya di pekan ketiga kemarin berhasil rebound dan mencatatkan kenaikan dari level support  sebesar 3,47% dan kembali naik menuju level 6.800an.

Terdapat ratusan saham yang diperdagangkan pada IHSG, termasuk saham yang memberikan imbal hasil tinggi atau bahkan saham yang malah memberikan kerugian bagi investor. Maka, seyogyanya investor bisa lebih bijak untuk mengambil keputusan dalam membeli suatu saham.

Namun kali ini, menurut penelusuran CNBC Indonesia Research, terdapat beberapa emiten yang bahkan belum satu bulan diperdagangkan, namun harga nya telah anjlok parah sehingga kami anggap ini layak di hindari. Berikut Daftar nya :

Emiten

Ticker

Penurunan

Harga Saham Terakhir

Garuda Indonesia Tbk

GIAA

-49.51

103

Esta Multi Usaha Tbk

ESTA

-48.96

98

Bersama Zatta Jaya Tbk

ZATA

-38.26

71

Kioson Komersial Indonesia Tbk

KIOS

-36.67

111

Asuransi Jiwa Syariah Indonesia Tbk

JMAS

-34.29

69

Bukan tanpa alasan tentunya, dibalik daftar lima harga saham yang anjlok puluhan persen itu, seperti Garuda Indonesia emiten maskapai yang juga milik BUMN ini, memiliki fundamental yang sangat buruk, walaupun bisa dibilang brand Garuda Indonesia merupakan maskapai premium di Indonesia. Kualitas manajemen yang tidak mumpuni ditambah iklim bisnis maskapai yang sempat terkena ujian ketika penyebaran Covid-19 membuat kinerja keuangannya terus memburuk.

Dari laporan laba rugi, pada bagian laba operasi GIAA tercacat minus Rp 5,39 triliun. Disusul dari sisi neraca keuangannya, posisi ekuitas perusahaan juga minus Rp 36,18 triliun. Itu Berarti posisi hutang perseroan melampaui aset yang GIAA miliki dan benar saja, total liabilitas GIAA berada di level Rp 126,5 triliun sedangkan aset GIAA jauh di bawah itu yaitu sebesar Rp 89,75 triliun.

Selanjutnya, emiten Esta Mulia Usaha yang bergerak di sektor properti, memiliki tingkat profitabilitas yang buruk. Hal ini tercermin pada data laba bersih terakhir yang tercatat turun atau negatif Rp 3,00 miliar, dan rasio net profit margin nya pun tercatat -10,34% dengan rasio imbal hasil terhadap ekuitas dan aset yang masing-masing -2,84% dan -1,59%.

Berbeda kasus dengan yang lainnya, ZATA yang baru saja melakukan penawaran umum justru anjlok -38,26%. Hal ini disinyalir dari kepanikan investor yang disebabkan oleh aksi divestasi saham yang dilakukan dari pemegang kendali yaitu PT Lembur Sadaya Investama (LSI) di tengah periode lock up saham.

Bahkan menurut keterbukaan informasi, per Jumat (20/1/2023), PT LSI terpantau rajin melepas 60 juta atau sekitar 10,71 persen saham ZATA pada tanggal 12,13, dan 17 Januari 2023, dengan masing-masing harga di 110, 100, dan 95 per saham nya. Kepemilikan saham PT LSI yang awalnya 72,93% saat ini turun menjadi 62,22 persen.

Dan yang berikutya dua saham KIOS dan JMAS, emiten yang bergerak di sektor Sofware IT dan asuransi ini masuk dalam daftar saham yang perlu dihindari, karena arus kas yang negatif, serta belum mampunya perseroan membukukan laba bersih.

Sebut saja, KIOS yang memiliki arus kas negatif Rp 11,60 miliar, di sisi lain PER nya dihargai terlalu mahal sebanyak 30,66 kali sehingga wajar jika saham tersebut anjlok -36,67% sepanjang tahun ini. Kemudian JMAS dari sisi profitabilitas seperti laba operasi masih mencatatkan penurunan sebesar Rp 2,79 miliar, itu pun dengan laba operasi operasi perseroan turun 2,69 miliar. Dari segi segi marjin pendapatan sebelum bunga dan pajak pun tercatat -9,64%, dengan rasio Imbal hasil terhadap ekuitas dan aset yang masing-masing -3,13% dan -11,51%.

Terlihat jelas, secara mayoritas alasan yang mendasari penurunan harga saham-saham yang anjlok parah ini, didominasi oleh tingkat profitabilitas yang buruk, sehingga investor harus lebih cermat lagi dalam memilih dan bahkan menghindari saham, dengan terlebih dahulu memastikan fundamental saham terkait dan kemampuan manajemen dalam mengelola pertumbuhan top line bahkan bottom line perusahaan.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Terburuk di Dunia, tapi Saham Ini Melesat 100% Lebih!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular