Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rilis data tenaga kerja hari ini membuat dolar Australia tidak mampu menguat jauh melawan rupiah dan tertahan di bawah Rp 10.700/AU$. Padahal dolar Australia sedang diuntungkan oleh kemungkinan menyempitnya spread suku bunga dengan Indonesia.
Pada perdagangan Kamis (14/4/2022) pukul 12:03 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran 10.698/AU$, stagnan dibandingkan penutupan kemarin.
Biro Statistik Australia hari ini melaporkan tingkat pengangguran Australia tetap sebesar 4% pada bulan Maret, sementara pelaku pasar memperkirakan akan ada penurunan menjadi 3,9%.
Selain itu, sepanjang bulan lalu perekonomian Australia hanya menyerap 17.900 tenaga kerja, jauh lebih rendah ketimbang bulan Februari 77.400 tenaga kerja.
Meski demikian, pasar tenaga kerja Australia masih cukup kuat yang menjadi salah satu alasan bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) membuka peluang kenaikan suku bunga dalam waktu dekat.
Pasar kini melihat RBA akan menaikkan suku bunga di bulan Juni, dan akan disusul dengan beberapa kenaikan setelahnya. Bahkan bank sentral pimpinan Philip Lowe ini diperkirakan akan menaikkan suku bunga hingga 200 basis poin.
Sebaliknya Bank Indonesia (BI) masih menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga sampai inflasi secara fundamental (inflasi inti) menunjukkan kenaikan.
BI masih optimistis inflasi Indonesia pada 2022 masih berkisar pada asumsi semula, yaitu 2-4%. Sekalipun kini harga barang dan jasa terus naik.
"Sejauh ini kami masih confident inflasi masih bisa terjaga 2-4%," ungkap Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo usai rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022).
Hingga Maret 2022, berdasarkan Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indonesia sudah mencapai 2,6% secara tahunan (year on year/yoy) inflasi inti tumbuh 2,37% (yoy).
Meski demikian, para analis melihat BI berpeluang menaikkan suku bunga di semester II-2022, sebanyak satu atau dua kali.
Dibandingkan dengan RBA yang sangat agresif dibandingkan dengan BI tentunya membuat spread (selisih) suku bunga di Australia dengan Indonesia akan menyempit. Hal ini bisa lebih menguntungkan bagi dolar Australia.
Analis dari Westpac Bank, Sean Callow menyarankan strategi buy on dip (beli saat harga turun) pada dolar Australia.
"RBA (bank sentral Australia) membuat dolar Australia melesat ke level tertinggi sejak Juni 2021, tetapi kemudian berbalik arah. Kuatnya dolar AS akan membatasi dolar Australia, tetapi untuk beberapa pekan ke depan kami masih buy on dip, puncak dolar Australia masih belum dicapai," kata Callow sebagaimana dilansir Poundsterling Live, Jumat (8/4/202).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)