Efek Perang: Yang Kaya Makin Happy, Si Miskin Gigit Jari!
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia-Ukraina melambungkan harga-harga komoditas. Di satu sisi, melambungnya harga komoditas semakin menggelembungkan cuan perusahaan berbasis komoditas. Namun, di sisi lain, kenaikan harga komoditas pangan dan energi semakin membuat masyarakat miskin tenggelam dalam pusingnya menghadapi kenaikan harga kebutuhan sehari-hari.
Ibarat gajah bertarung melawan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah. Masyarakat miskin terancam menjadi korban dari mahalnya harga komoditas pangan dan energi. Perang juga membuat lagu Rhoma Irama bahwa membuat yang kaya makin sementara yang miskin makin miskin menjadi semakin nyata.
Saham-saham berbasis komoditas energi, perkebunan, minyak dan gas, serta logam menjadi incaran investor seiring memanasnya perang Rusia-Ukraina.
Status Rusia dan Ukraina sebagai pemasok komoditas pangan dan energi global membuat kelangsungan pasokan kedua komoditas tersebut terancam setelah perang. Harganya pun melejit.
Merujuk Data Badan Energi Internasional (IEA), pada tahun 2020, perdagangan global batu bara thermal mencapai 978 juta ton. Indonesia adalah eksportir terbesar untuk thermal batu bara dengan kontribusi hingga 40%. Australia ada di posisi kedua dengan porsi 20%, disusul kemudian dengan Rusia ( 18%), Afrika Selatan (8%), Kolombia (5%), dan Amerika Serikat (2,55).
Batu bara menjelma menjadi idola dalam pasar komoditas setelah perang karena banyak negara kini mencari pasokan batu bara untuk menggantikan Rusia.
Harga batu bara melejit dari level di bawah US$200 per ton di awal Februari ke kisaran US$ 400 di awal Maret. Harga batu bara bahkan mencetak rekor pada 2 Maret 2022 lalu ke level US$ 446 per ton.
Harga batu bara memang melemah 0,64% pada perdagangan Kamis (7/4) tetapi dalam setahun kenaikan harganya sudah mencapai 242,3%.
Ibarat dapat durian runtuh, perusahaan penghasil batu bara Indonesia pun menangguk untung besar dari panasnya situasi di Ukraina dan Rusia. Saham perusahaan batu bara pun terbang menyusul kenaikan emas hitam. Saham PT Adaro Energy Indonesia (ADRO) bahkan mencatat rekor tertingginya pada 7 Maret lalu di level Rp 3.270
Kenaikan harga batu bara juga diperkirakan akan semakin mendongrak pendapatan Adaro pada kuartal I tahun ini. Adaro membukukan kenaikan laba bersih 547% secara tahunan menjadi US$1,02 miliar per akhir 2021 karena pemulihan ekonomi global dan melonjaknya permintaan. Sebagai catatan, saham batu bara sudah naik drastis pada pertengahan tahun lalu karena krisis energi di tingkat global.
Selain Adaro, Indika Energy (INDY) dan Bayan Resources (BYAN) juga mencatatkan kinerja yang pesat. Sepanjang tahun ini, saham INDY sudah naik 72,8% sementara Bayan Resources melonjak 59,6%.
Berdasarkan laporan Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Indo Tambangraya Megah (ITMG) akan sangat diuntungkan dari kenaikan harga batu bara karena memiliki porsi 76% sementara ADRO hanya 72% dan dan Bukit Asam (PTBA) yang hanya 43%. ADRO sudah menetapkan target produksi sebesar 59 juta ton pada tahun ini, naik 12%. Sementara itu, target produksi PTBA naik 21% menjadi 36 juta ton. ITMG akan meningkatkan produksi sebesar 1,6% menjadi 19 juta ton.
(mae/mae)