Bahaya! Gelombang Default Bisa Picu Krisis Keuangan Global

Feri Sandria, CNBC Indonesia
06 April 2022 17:55
Vehicles drive past unfinished residential buildings from the Evergrande Oasis, a housing complex developed by Evergrande Group, in Luoyang, China September 16, 2021. Picture taken September 16, 2021. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Foto: Kendaraan melewati bangunan tempat tinggal yang belum selesai dari Evergrande Oasis, kompleks perumahan yang dikembangkan oleh Evergrande Group, di Luoyang, Cina 16 September 2021. (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank investasi terbesar di dunia, JPMorgan, telah memperingatkan bahwa kombinasi perang Rusia di Ukraina dan kehancuran pasar properti di China yang sedang berlangsung dapat menyebabkan gelombang gagal bayar (default) perusahaan terburuk sejak krisis keuangan global.

Dalam laporan baru yang terbit Senin (4/3) lalu, analis JPM memperkirakan tingkat gagal bayar atas obligasi perusahaan negara pasar berkembang (EM-wide bond) saat ini telah mencapai 8,5%, lebih dari dua kali lipat yang mereka harapkan pada awal tahun 2022 sebelum perang berkecamuk di Ukraina di level 3,9%.

Volume obligasi pasar internasional korporasi EM dengan imbal hasil tinggi (high yield) - yang merupakan surat utang berisiko - sekarang diperdagangkan pada tingkat yang tertekan dan telah melonjak menjadi US$ 166 miliar, tertinggi sejak 2009 ketika krisis keuangan global membuat tingkat default naik menjadi 10,5%.

Eropa Timur diperkirakan akan mencatatkan rekor tingkat default di level 21,1%, karena perusahaan-perusahaan di Ukraina dan Rusia sekarang dalam kesulitan karena perang yang masih berlanjut atau ekonominya terdampak sanksi berat yang dijatuhkan blok Barat. Tingkat default kedua negara tersebut diperkirakan naik menjadi 98,8% dan 27,3%.

Ancaman pali besar terjadi di Ukraina, dengan banyak perusahaan di sana telah berulang kali memberikan pembaruan kepada investor sejak awal invasi dan semuanya memberikan proyeksi serupa tentang operasional mereka yakni ekspor masih terganggu, serta kemampuan untuk mengerek pendapatan masih sangat terbatas.

Sementara itu krisis sektor properti China ikut mendorong ke0naikan tingkat default Asia yang diperkirakan akan berada di level 10% dari 7%.

Tahun ini 29 pengembang di China diperkirakan akan mengalami gagal bayar dengan nilai total mencapai US$ 32 miliar atau setara dengan 31% tingkat default. Sementara itu, jika digabung dengan gagal bayar tahun lalu yang nilainya ditaksir mencapai US$ 49 miliar, maka tingkat gagal bayar atas obligasi imbal hasil tinggi perusahaan properti China mencapai setengahnya.

Analis JPMorgan juga mengungkapkan bahwa "kejutan" seperti utang tersembunyi - di luar buku - dan ramai-ramai pengembang secara tak terduga gagal membayar seluruh surat utangnya mereka telah membuat investor panik.

"Sementara pemerintah secara bertahap melonggarkan kebijakan perumahannya, beberapa pengembang yang lebih lemah telah melampaui tipping point," sebut analis JP Morgan dalam laporannya.

Akan tetapi JP Morgan menambahkan bahwa jika tanpa memperhitungkan dua kondisi di atas, kondisinya masih cukup baik. Obligasi perusahaan di negara pasar berkembang (emerging market/EM) diharapkan hanya mengalami tingkat default kecil di level 1,1% tahun ini.

Berdasarkan geografis, perusahaan Amerika Latin diperkirakan tingkat gagal bayar tetap di bawah 3% dan Timur Tengah & Afrika di bawah 1% Sedangkan di Amerika Serikat dan Eropa tingkat gagal bayar obligasi imbal hasil tinggi diperkirakan berada di level 0,75% dan 1,50%.

Indonesia sendiri yang merupakan bagian dari negara EM sepertinya tidak akan mengalami nasib buruk seperti China, Ukraina dan Rusia. Data dari penyedia layanan peringkat risiko kredit PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) mencatat bahwa dalam sebulan terakhir (7 Maret hingga 4 April 2022), tidak ada perusahaan Indonesia yang memperoleh rating di bawah idBBB-.

Artinya dari pembaruan yang dilakukan selama sebulan terakhir, perusahaan dengan kredit rating terendah (idBBB-) masih memiliki kapasitas yang cukup untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Meskipun perubahan signifikan khususnya kondisi ekonomi dapat memperlemah kemampuan bayar.

Adapun perusahaan yang memperoleh rating idBBB- dari PEFINDO selama medio yang disebutkan di atas termasuk Bank Capital Indonesia (BACA), Pollux Properties Indonesia (POLL), Perum Perumnas dan Waskita Toll Road.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aduh Kacau! Sektor Properti China Ada di Ujung Tanduk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular