China yang Lockdown, Satu Dunia Kesusahan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pusat keuangan China, Shanghai, meluncurkan penguncian dua tahap atas 26 juta penduduknya pada hari Senin (28/3). Pemerintah setempat memutuskan untuk menutup jembatan dan terowongan serta membatasi lalu lintas jalan raya dalam pertarungan untuk menurunkan kasus COVID-19 yang terus melonjak.
Wabah ini merupakan yang terbesar di China sejak lockdown di Wuhan dua tahun lalau ketika virus covid pertama kali muncul.
Sehari sebelum lockdown Shanghai melaporkan lebih dari 2.600 infeksi Covid, dari semula hanya segelintir pada awal Maret, dengan rumah sakit dan staf medis yang juga semakin menipis.
Penguncian dua tahap akan membelah Shanghai di sepanjang Sungai Huangpu selama sembilan hari untuk memungkinkan pengujian oleh petugas kesehatan.
Penduduk di sisi timur Shanghai mulai menjalani penguncian dengan banyak perusahaan dan pabrik telah menangguhkan produksi atau bekerja dari jarak jauh. Sementara di seberang barat sungai, masyarakat mulai sibuk mengamankan pasokan yang diperlukan selama penguncian yang akan datang.
Kota-kota lain di China termasuk Shenzhen, Dongguan, Changchun, dan Shenyang sebelumnya juga telah menjalani pembatasan sosial yang ketat, tetapi tidak berlangsung lama. Sementara itu, apabila kondisi wabah semakin memburuk, penguncian lebih lanjut dapat menyusul di kota-kota lainnya.
Penguncian tersebut tentu akan berdampak secara ekonomi, baik secara domestik di China dan juga mempengaruhi ekonomi global. Lockdown ini kemungkinan akan memberikan pukulan berat bagi bisnis yang bergantung pada belanja konsumen, meskipun para ekonom mengatakan sektor industri kota sebagian besar dapat menahan gangguan, mengurangi ancaman terhadap rantai pasokan global.
Sementara penduduk Shanghai bergulat dengan meningkatnya kasus COVID-19 dan kehilangan pendapatan akibat penguncian kota, ekonomi global sudah mulai merasakan efek langsung mulai dari harga komoditas hingga produksi kendaraan listrik.
(fsd)