Dolar Singapura Diramal Meroket di Kuartal II, Borong Now?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 25/03/2022 13:50 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang minggu ini dolar Singapura bergerak mendatar melawan rupiah setelah mencatat pekan sempurna pada pekan lalu. Meski demikian, di kuartal II-2022, dolar Singapura diperkirakan akan naik tajam dan unggul ketimbang mata uang ASEAN lainnya. Sebab Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) diprediksi akan kembali mengetatkan kebijakan.

Pada perdagangan Jumat (25/3/2022) pukul 11:53 WIB, dolar Singapura diperdagangkan di kisaran Rp 10.572/SG$, naik tipis 0,06%. Tetapi sepanjang pekan ini masih melemah tipis 0,05%.

Sejauh ini MAS sudah dua kali mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan slope $SNEER pada pertengahan Oktober lalu, dan awal tahun ini.


Untuk diketahui, di Singapura, tidak ada suku bunga acuan, kebijakannya menggunakan S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate), yang terdiri dari kemiringan (slope), lebar (width) dan titik tengah (centre).

Slope berfungsi membuat penguatan/penurunan dolar Singapura lebih cepat/lambat. Ketika slope dinaikkan, maka dolar Singapura bisa menguat lebih cepat, begitu juga sebaliknya.

Analis dari Barclays memprediksi MAS pada bulan depan tidak hanya akan menaikkan slope, tetapi juga width dan centre.

"Kami memperkirakan S$NEER akan naik 3% dari level saat ini hingga akhir tahun nanti," kata Brian Tan. Ekonomi senior Barclays untuk wilayah ASEAN dalam sebuah catatan kepada nasabahnya, sebagiamana dikutip The Star, Selasa (22/3/2022).

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) belum akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Dengan kondisi tersebut, dolar Singapura tentunya lebih diuntungkan. 

BI pada pekan lalu mempertahankan suku bunga sebesar 3,5%. Gubernur BI, Perry Warjiyo, sekali lagi menegaskan suku bunga akan dipertahankan sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental.

"Saya tegaskan bahwa kebijakan moneter merespon kenaikan inflasi yang bersifat fundamental, yaitu inflasi inti. (Kebijakan moneter) tidak merespon secara langsung kenaikan volatile food maupun administered prices, tidak merespon first round impact, tetapi yang direspon adalah implikasinya," kata Perry saat konferensi pers pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis (17/3).

Dengan inflasi inti yang masih sebesar 2,03% di bulan Februari, berada di batas bawah target BI 3% plus minus 1%, artinya suku bunga belum akan dinaikkan dalam waktu dekat.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor