Kiamat ATM Nyata! Dalam 5 Tahun Jumlahnya Menyusut Drastis
Jakarta, CNBC Indonesia - Tren pertumbuhan pesat layanan bank digital memaksa kompetitor di industri perbankan beradaptasi. Di era segala jenis pembayaran dapat dilakukan dalam satu aplikasi.
Penambahan atau bahkan hanya mempertahankan jumlah kantor cabang dan ATM (anjungan tunai mandiri) sepertinya bukan merupakan pilihan tepat untuk ekspansi bisnis - dan tentu bukan pula pilihan populer.
Sebaliknya, memilih fokus untuk memperbaiki dan memperkuat layanan digital tampak menjadi langkah utama yang banyak ditempuh oleh perusahaan penyedia layanan perbankan.
Disrupsi digital dan diakselerasi oleh pandemi Covid-19 membentuk kebiasaan baru bagi banyak masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang menggunakan layanan perbankan.
Jika sebelumnya banyak hal biasa dilakukan lewat mesin ATM atau kunjungan ke kantor cabang, pembatasan sosial selama wabah covid mampu menjadi katalis akan adaptasi teknologi digital di sektor finansial.
Secara langsung, hal tersebut terlihat dari tren penurunan jumlah infrastruktur fisik bank, termasuk jumlah ATM dan kantor cabang.
Data OJK mencatat bahwa sejak tahun 2015 hingga tahun lalu, jumlah kantor cabang bank umum di Indonesia secara konstan, pelan tapi pasti selalu berkurang.
Mengacu pada data Inventure (2020), yang dikutip dalam buku Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terbit tahun lalu, selama pandemi dampak yang terjadi di industri perbankan adalah terkait perubahan kebiasaan transaksi.
Transaksi-transaksi yang awalnya banyak dilakukan di kantor cabang saat ini sudah dapat dilakukan secara digital atau online melalui mobile banking, internet banking, ataupun call center yang digerakkan oleh artificial intelligence. Pembukaan rekening dan keluhan yang semula hanya dapat diselesaikan melalui visitasi ke kantor cabang, kini juga mulai dialihkan melalui kanal-kanal bantuan secara digital.
(fsd/fsd)