
Rupiah Masih Bertaji di Eropa, Ini Buktinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah berhasil menguat di hadapan euro, poundsterling, dan dolar franc swiss pada perdagangan hari ini (24/3/2022). Sentimen kurang sedap sedang menghantui wilayah Eropa dan Inggris.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 11:00 WIB euro terhadap rupiah melemah 0,11% ke Rp 15.767,53/EUR dan dolar franc swiss terkoreksi terhadap rupiah sebanyak 0,10% ke Rp 15.399,06/CHF.
Hal yang serupa terjadi, poundsterling melemah terhadap Mata Uang Garuda sebanyak 0,05% ke Rp 18.929,94/GBP.
Hari ini, Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak telah menetapkan langkah-langkah untuk memerangi harga energi, makanan, dan bahan bakar yang melonjak dengan memotong harga bahan bakar sebesar 5 poin, tapi akan tetap menaikkan Asuransi Nasional di April sebesar 1,25 poin.
Namun, Sunak berjanji akan memotong pajak penghasilan pada 2024 mendatang ketika ekonomi berada dalam kondisi yang lebih baik.
Melonjaknya harga energi dan makanan menyumbang terhadap kenaikan inflasi dan menyebabkan biaya hidup di Inggris naik. Tapi biaya upah juga naik hingga 6,6%.
Secara keseluruhan, angka inflasi yang tinggi dan dibarengi oleh kenaikan upah akan menyebabkan spiral inflasi dan menciptakan masalah bagi perekonomian. Sepertinya tidak mungkin bahwa pemberi kerja akan memasang upah sebanyak itu ketika menghadapi tekanan biaya dalam tagihan energi perusahaan mereka.
Padahal, angka inflasi di Inggris pada bulan Februari sudah mencapai 6,2% dan menjadi level tertinggi sejak 30 tahun terakhir.
Di wilayah Eropa, kabar tak sedap kembali terdengar, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam negara-negara yang tak bersahabat dengan Rusia termasuk Eropa untuk membayar harga gas Rusia dalam Rubel.
Diketahui, wilayah Eropa sangat bergantung terhadap energi Rusia. Gas Rusia menyumbang 40% dari total konsumsi Eropa.
"Rusia akan terus untuk memasok gas alam sesuai dengan volume dan harga tetap dalam kontrak yang disepakati sebelumnya. Namun, mata uang pembayaran akan diubah ke rubel Rusia," tutur Putin dikutip dari CNBC International.
Dengan begitu, kemungkinan perubahan mata uang dapat membuat harga gas grosir Eropa dan Inggris naik sekitar 15-20%.
Sentimen negatif masih menjadi latar belakang penguatan Mata Uang Garuda di Benua Biru hari ini, rupiah bahkan telah berhasil menguat sejak kemarin terhadap dolar franc swiss dan euro.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Joss! Rupiah Berjaya Dua Hari Beruntun di Eropa