Rusia Bombardir Ukraina, Dow Futures Melemah

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Jumat, 18/03/2022 19:21 WIB
Foto: Ekspresi Trader di lantai di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, AS, 12 November 2018. REUTERS / Brendan McDermid

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Jumat (18/3/2022), setelah indeks S&P 500 sempat reli tiga hari beruntun dan menjadi kenaikan secara mingguan terbesar dalam lebih dari setahun.

Kontrak futures indeks Dow Jones turun 174 poin. Kontrak serupa indeks S&P 500 dan Nasdaq terkoreksi yang masing-masing sebesar 0,6%.

Saham FedEx jatuh lebih dari 3% di beberapa jam setelah perdagangan di tutup setelah perusahaannya melaporkan laba bersih kuartalan lebih kecil dari ekspektasi dipicu oleh penurunan pekerja.


Saham GamStop merosot 8% di beberapa jam setelah perdagangan ditutup setelah perusahaan tersebut merilis kerugian selama kuartal liburan.

GamStop akan meluncurkan marketplace baru untuk menjual Non-Fungible Tokens alias NFT pada akhir April.

Pergerakan hari ini terjadi karena investor masih mengevaluasi perkembangan perang Rusia dan Ukraina.

Beberapa rudal menghantam pusat perbaikan pesawat di pinggiran kota Lyiv di Ukraina Barat. Sementara itu, Presiden AS Joe Biden dijadwalkan untuk berbicara dengan Presiden China Xi Jinping untuk membahas konflik tersebut.

Pejabat Ukraina melaporkan satu orang tewas dalam serangan udara yang melanda Kyiv.

Reli saham pekan ini dipicu oleh keputusan The Fed yang mengetatkan kebijakan moneternya, yang sesuai dengan ekspektasi investor. Indeks S&P 500 naik selama tiga hari beruntun dan melonjak 4,9% secara mingguan, yang menjadi pekan terbaik sejak November 2020.

Saham blue-chip indeks Dow Jones kembali menguat selama empat hari beruntun dan melesat 4,7% selama pekan ini, menjadi kenaikan terbesar secara mingguan sejak November 2020. Nasdaq menguat 6% pekan ini, menuju pekan terbaiknya sejak Februari 2021.

Pada Rabu (16/3) waktu setempat, The Fed menaikkan suku bunga acuannya untuk pertama kali sejak 2018 dan mengindikasikan kenaikan enam kali lagi tahun ini.

"Untungnya, ekspektasi investor terhadap inflasi selama lima tahun ke depan sedikit menurun, sehingga akan berlanjut untuk membantu The Fed dan pasar, meskipun suku bunga agak tinggi," tutur Ketua Perencana Global Nikko Asset Management John Vail dikutip dari CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sinyal Lesunya Ekonomi RI, Kredit Perbankan Melambat Lagi