
Dalam 3 Hari Kurs Dolar Australia Melesat 2,5% Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Nilai tukar dolar Australia melesat masing-masing lebih dari 1% melawan rupiah dalam dua hari terakhir. Kenaikan tersebut masih berlanjut pada perdagangan Jumat (18/3).
Melansir data Refintiv, pada pukul 11:10 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.576/AU$, menguat 0,3% di pasar spot. Dengan kenaikan hari ini, dalam 3 hari total dolar Singapura melesat lebih dari 2,5%.
Pergerakan dolar Australia sejak Senin pekan lalu seperti roller coaster, sempat menyentuh Rp 10.700/AU$, kemudian jeblok hingga ke kisaran Rp 10.260/AU$ pada Selasa (15/3). Setelahnya mata uang Negeri Kanguru ini kembali melesat dalam 3 hari terakhir.
Salah satu pemicu penguatan dolar Australia yakni turunnya tingkat pengangguran. Biro Statistik Australia pagi tadi melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 4% di bulan Februari, yang merupakan level terendah dalam lebih dari 13 tahun terakhir.
Sepanjang bulan lalu, perekonomian Australia juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 77.400 orang, jauh lebih tinggi dari bulan Januari 28.300 orang.
Dengan penurunan tersebut, pasar melihat peluang bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) menaikkan suku bunga sebelum akhir tahun ini semakin besar.
Sebaliknya, Bank Indonesia (BI) masih menegaskan suku bunga rendah akan dipertahankan dalam beberapa waktu ke depan.
Sesuai prediksi pasar, BI masih mempertahankan suku bunganya saat pengumuman kebijakan moneter kemarin.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG, Kamis (17/3/2022).
Perry sekali lagi menegaskan suku bunga akan dipertahankan sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental.
"Saya tegaskan bahwa kebijakan moneter merespon kenaikan inflasi yang bersifat fundamental, yaitu inflasi inti. (Kebijakan moneter) tidak merespon secara langsung kenaikan volatile food maupun administered prices, tidak merespon first round impact, tetapi yang direspon adalah implikasinya," kata Perry.
Dengan sikap tersebut, artinya BI menutup peluang kenaikan suku bunga dalam waktu dekat, mengingat inflasi inti di Indonesia sebesar 2,06%, berada di batas bawah target BI 3% plus minus 1%.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
