
Sudah Menguat 3 Hari Lawan Dolar AS, Rupiah Santai Dulu

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (18/3) setelah sebelumnya mencatat penguatan 3 hari beruntun. Bahkan kemarin rupiah sempat mendekati lagi level terkuat di tahun ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.300/US$, posisi yang sama dengan penutupan Kamis kemarin.
Tanda-tanda rupiah belum akan menguat lagi di awal perdagangan ini sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang pagi ini lebih lemah ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin. Kurs NDF satu pekan kemarin di bawah Rp 14.300/US$, sementara pagi ini ada di atasnya, sehingga ada risiko rupiah akan melemah.
Periode | Kurs Kamis (17/3) pukul 15:03 WIB | Kurs Jumat (18/3) pukul 8:55 WIB |
1 Pekan | Rp14.280,7 | Rp14.312,0 |
1 Bulan | Rp14.307,0 | Rp14.330,0 |
2 Bulan | Rp14.322,0 | Rp14.343,0 |
3 Bulan | Rp14.343,5 | Rp14.362,5 |
6 Bulan | Rp14.431,0 | Rp14.442,5 |
9 Bulan | Rp14.534,0 | Rp14.555,0 |
1 Tahun | Rp14.649,0 | Rp14.670,0 |
2 Tahun | Rp15.046,9 | Rp15.062,0 |
Sebelum perdagangan Kamis berakhir, Bank Indonesia (BI) mengumumkan kebijakan moneter. Hasilnya sesuai prediksi pasar, BI masih mempertahankan suku bunganya.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG, Kamis (17/3/2022).
Perry sekali lagi menegaskan suku bunga akan dipertahankan sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental.
"Saya tegaskan bahwa kebijakan moneter merespon kenaikan inflasi yang bersifat fundamental, yaitu inflasi inti. (Kebijakan moneter) tidak merespon secara langsung kenaikan volatile food maupun administered prices, tidak merespon first round impact, tetapi yang direspon adalah implikasinya," kata Perry.
Kebijakan tersebut membuat rupiah sedikit kehilangan tenaganya, maklum saja selisih suku bunga di AS dan Indonesia bisa semakin menyempit di tahun ini.
Seperti diketahui pada Kamis dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%.
Selain itu, The Fed juga berencana menaikkan suku bunga 6 kali lagi, atau di setiap pertemuan akan ada kenaikan, hal ini dilakukan untuk meredam inflasi di Amerika Serikat.
Meski sangat agresif, tetapi kenaikan tersebut sudah diantisipasi pelaku pasar sebelumnya. Artinya tidak ada kejutan, alhasil dolar AS pun berbalik arah dan rupiah mampu menguat 3 hari beruntun.
"Pasar sudah memperkirakan The Fed akan memberikan pandangan tersebut tetapi itu bisa berubah di kuartal selanjutnya. Pasar juga sudah price in terhadap kenaikan suku bunga The Fed di tahun ini. Setelah pengumuman kemarin banyak yang menarik posisinya yang menjadi alasan kenapa dolar AS mengalami tekanan," kata Bipan Rai, ahli strategi valuta asing di CIBC Capital Markets, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
