Harga Emas-CPO-Batu Bara Melesat, Orang-orang Ini Makin Tajir

Feri Sandria, CNBC Indonesia
02 March 2022 15:15
Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik yang masih memanas di Eropa Timur membuat harga beragam komoditas melonjak tinggi, termasuk Emas, CPO dan Batu Bara.

Kemarin, harga emas ditutup di US$ 1.943,22/troy ons, rekor tertinggi sejak awal Januari 2021. Melonjak 1,85% dibandingkan hari sebelumnya.

Ke depan, prospek harga emas juga masih cerah. Wang Tao, Analis Teknikal Reuters, memperkirakan target harga emas ada di rentang US$ 1.984-1.999/troy ons. Sudah sangat dekat dengan US$ 2.000/troy ons.

Selain emas, harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) melonjak tajam pada hari ini, Rabu (2/3/2022) dan menyentuh level all time high.

Mengacu pada data kepada Refinitiv, pukul 08:00 WIB harga CPO dibanderol di level MYR 7.019/ton atau naik 3,80% pada pembukaan pagi tadi. Perkembangan ini membuat harga CPO membukukan kenaikan 17,34% secara mingguan dan 90,84% secara tahunan.

Kenaikan ini merupakan respons atas tekanan di pasar nabati dunia dan kisruh yang meningkat di Kyiv masih menjadi sentimen buruk dan memicu harga CPO melonjak ke level tertingginya.

Untuk pertama kalinya, minyak sawit menjadi yang termahal di antara empat minyak nabati utama karena pembeli bergegas untuk mengamankan pengganti minyak biji bunga matahari karena Laut Hitam sedang terganggu akibat konflik yang memanas antara Ukraina dan Rusia.Laut Hitam menyumbang 60% dari produksi minyak bunga matahari dunia dan 76% dari ekspor.

Komoditas unggulan RI lain yang ikut melambung adalah batu bara. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 305,45/ton. Melesat 21,45% sekaligus menjadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.

Harga batu bara sedang menjalani tren positif. Dalam sebulan terakhir, harga komoditas ini 'terbang' 58,68% secara point-to-point.

Prospek peningkatan permintaan akan menjadi penopang kenaikan harga batu bara. Konflik Rusia-Ukraina menyebabkan pasokan gas alam di Eropa terancam.

Negeri Beruang Merah adalah pemasok sekitar 35% kebutuhan gas di Benua Biru. Perang, plus berbagai sanksi bagi Rusia, akan membuat pasokan itu terancam seret.

Oleh karena itu, batu bara akan kembali dilirik sebagai sumber energi primer pengganti gas alam. Jerman sudah membuka wacana soal ini.

Boy Thohir

Saudara menteri BUMN RI, Garibaldi Thohir bersama TP Rachmat dan Edwin Soeryadjaya mendirikan emiten raksasa PT Adaro Energy Tbk (ADRO).

Lokasi penambangan Adaro tersebar di Pulau Sumatra dan Kalimantan, selain itu terdapat juga situs penambangan berlokasi di Australia yang baru diakuisisi tahun 2018 lalu.

Awal tahun ini anak perusahaannya - yang juga dimiliki Boy Thohir, Adaro Minerals Indonesia (ADMR) baru melantai di bursa dan sahamnya melambung naik lebih dari 1.000%.

Selain batu bara, Boy Thohir juga memiliki emiten tambang emas dengan kepemilikan langsung sebesar 8,86% saham di PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).

Merdeka Copper Gold adalah perusahaan induk dengan dua anak perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan, meliputi eksplorasi dan produksi emas, perak, tembaga dan mineral lainnya.

Kedua anak perusahaan tersebut adalah PT Bumi Sukesindo (BSI) dan PT Damai Sukesindo (DSI). Pemegang saham termasuk perusahaan termasuk Grup Saratoga yang menguasai 18,29% kepemilikan saham perusahaan.

TP Rachmat

Theodore Permadi Rachmat juga merupakan konglomerat Indonesia yang diuntungkan atas kenaikan harga komoditas ini. Bisnisnya menggurita melalui konglomerasi Triputra Grup dan kerja sama lain dengan pengusaha RI ternama.

Melalui Grup Triputra, TP Rachmat memiliki dua emiten sawit yakni PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), selain itu ia juga memiliki kepemilikan saham di Adaro Energy.

Peter Sondakh

Archi Indonesia merupakan emiten tambang emas milik konglomerat Peter Sondakh yang tergabung dalam Grup Rajawali yang juga fokus di sektor perkebunan

Tambang emas yang dikelola perusahaan yaitu PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) di Sulawesi Utara.

Pada Desember 2020, tambang emas Toka Tindung memiliki cadangan bijih emas (bersertifikasi JORC) sebanyak 3,9 juta ons (setara dengan 121 ton dan telah berhasil memproduksi lebih dari 200 kilo ons (setara dengan 6.2 ton) emas per tahunnya sejak tahun 2016.

Selain tambang emas, Peter Sondakh juga memiliki emiten perkebunan kelapa sawit PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT).

Grup Bakrie

Meski banyak tersandung kasus mulai dari Lapindo hingga keterlibatan keluarga Bakrie di pusaran BLBI, konglomerasi bisnis ini merupakan salah satu yang paling diuntungkan dari reli komoditas. Hal ini mengingat sumber daya alam Tanah Air menjadi tulang punggung dan bisnis utama Grup tersebut.

Roda bisnis bidang pertambangan milik Grup Bakrie dilaksanakan oleh PT Bumi Resources Tbk(BUMI) yang mengendalikan dua raksasa tambang batu bara tanah air yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin.

Anak perusahaan BUMI, Bumi Resources Minerals (BRMS) adalah pertambangan multi mineral yang beroperasi di Indonesia dan dikendalikan oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dari Grup Bakrie.

Proyek tambang emas yang dimiliki perusahaan adalah PT Citra Palu Minerals (CPM) di Sulawesi Tengah dan Gorontalo Minerals (GM) yang juga memiliki kandungan tembaga dan perak yang signifikan.

Keluarga Widjaja

Grup Sinarmas, konglomerasi yang didirikan oleh mendiang Eka Tjipta Widjaja ini memiliki unit usaha agribisnis di bawah naungan Sinar Mas Agro Resources and Tech Tbk (SMAR). SMAR adalah salah satu perusahaan publik produk konsumen berbasis kelapa sawit yang terintegrasi dan terkemuka di Indonesia.

Berkat harga CPO yang terus membaik, SMAR mampu mencatatkan perbaikan kinerja laba dengan kenaikan fantastis. Laba bersih SMAR tercatat naik 9.920% dari semula hanya sebesar Rp 10,77 miliar pada Juni 2020, meroket mencapai Rp 1,00 triliun pada tengah tahun lalu.

Grup Sinarmas juga memiliki usaha tambang batubara yang berlokasi di Berau Kalimantan Timur yang bisnisnya dijalankan oleh PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS).

Anthoni Salim

Konglomerasi Grup Salim juga memiliki gurita bisnis di berbagai sektor termasuk perkebunan. Duo emiten kelompok usaha agribisnis milik Group Salim PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).

Ivomas bergerak di sektor hilir industri sawit dengan melakukan proses peningkatan nilai tambah produk agribisnis dan pemasaran produk minyak goreng. Sementara emiten satunya lagi bergerak di industri perkebunan kelapa sawit dan karet.

Bachtiar Karim

Ia dikenal lewat sepak terjangnya di Musim Mas Group, konglomerasi yang bergerak di lini bisnis utama minyak sawit atau CPO.

Tahun lalu Bachtiar Karim masuk dalam jajaran 10 orang terkaya di Indonesia versi publikasi Forbes.

Musim Mas Group merupakan salah satu perusahaan minyak sawit terintegrasi terbesar di dunia dengan operasi yang mencakup seluruh rantai nilai di wilayah Amerika, Eropa, dan Asia.

Bermula dari pabrik sabun Nam Cheong yang dimulai di Medan, kini Musim Mas memiliki operasi di 13 negara dengan produk turunan digunakan secara luas di berbagai industri.

Low Tuck Kwong

Dato' Dr. Low Tuck Kwong, dilahirkan di Singapura 17 April 1948 dan berganti kewarganegaraan menjadi WNI pada 1992 memperoleh pundi-pundi dari kepemilikan saham di PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Titik balik kesuksesannya terjadi pada tahun 1997 ketika ia mengakuisisi tambang batubaranya pertamanya yaitu PT. Gunungbayan Pratamacoal.

BYAN merupakan emiten dengan kapitalisasi terbesar yang fokus utamanya adalah bisnis pertambangan batu bara.

Grup Astra

Konglomerasi Grup Astra yang memiliki gurita bisnis di berbagai sektor, termasuk pertambangan dan perkebunan. Bisnis tambang Grup Astra dilakukan oleh PT United Tractors Tbk (UNTR) yang sahamnya 59,50% dimiliki oleh Astra.

Bisnis tambang memang bukanlah merupakan segmen bisnis utama UNTR, akan tetapi kontribusi yang diberikan cukup signifikan. Segmen usaha pertambangan batu bara UNTR dijalankan oleh PT Tuah Turangga Agung (TTA) sedangkan tambang emas dilakukan oleh Agincourt di Sumatera Utara.

Konglomerasi Grup Astra juga memiliki salah satu emiten sawit utama RI yakni PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular