Rusia 'Ditendang' dari SWIFT, China Ketiban 'Durian Runtuh'?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 March 2022 14:10
Warga menarik uang di atm bank rusia
Foto: Orang-orang mengantre untuk menarik uang dari ATM di Sberbank di St. Petersburg, Rusia, Jumat (25/2/2022). (AP Photo/Dmitri Lovetsky)

Selain akan memutus SWIFT dari Rusia, Amerika Serikat dan Sekutu juga membekukan cadangan devisa bank sentral Rusia yang ditempatkan di luar negeri.

Cadangan devisa Rusia saat ini sebesar US$ 643 miliar, yang sebagian besar ditempatkan di bank sentral AS, Eropa dan China dengan estimasi sekitar US$ 492 miliar, melansir Forbes.

Pembekuan aset tersebut membuat bank sentral Rusia tidak bisa menggunakan cadangan devisanya, guna menstabilkan nilai tukar rubel. Alhasil, nilai tukar rubel sempat jeblok hingga lebih dari 30% di awal pekan ini, ke atas RUB 110/US$.

Jebloknya nilai tukar rubel tersebut memicu rush money atau penarikan uang secara serentak sejak Senin, warga Rusia bahkan memborong valuta asing. Bloomberg melaporkan warga Rusia bahkan memborong dolar AS meski beberapa bank menjual dengan harga sekitar 30% lebih tinggi ketimbang posisi penutupan perdagangan Jumat pekan lalu.

Rush money tersebut dan aksi beli dolar AS membuat nilai tukar rubel kembali sempat jeblok lagi lebih dari 15% ke RUB 117/US$ yang lagi-lagi menjadi rekor terlemah sepanjang sejarah.

Sementara itu dampaknya terhadap ekspor bisa mencontoh Iran yang kehilangan akses ke SWIFT pada 2012. Melansir Forbes ekspor Iran langsung jeblok hingga 52% setelah dikeluarkan dari SWIFT.

Di tahun 2021, ekspor Rusia diestimasikan senilai US$ 490 miliar dengan impor US$ 304 miliar. Akses SWIFT sendiri banyak digunakan oleh sektor minyak dan gas.

Menurut bank sentral Rusia, ekspor minyak mentah berkontribusi sebesar 38% dari total ekspor atau senilai US$ 184 miliar, dan gas berkontribusi sebesar 12% atau senilai US$ 56 miliar. Total nilai ekspor keduanya sebesar US$ 240 miliar.

Jika melihat dampaknya ke Iran yang ekspornya jeblok hingga 50%, maka nilai ekspor migas Rusia bisa merosot menjadi US$ 120 miliar. Itu baru dari sektor migas, belum ekspor yang lainnya.

Meski demikian, Amerika Serikat hingga Eropa terutama Jerman diperkirakan juga akan kena dampak buruknya. Sehingga AS dan Sekutu kemungkinan akan berhati-hati memutus SWIFT dari Rusia.

"Amerika Serikat dan Jerman menjadi dua negara yang paling dirugikan jika Rusia terputus dari SWIFT, sebab keduanya paling sering menggunakan SWIFT untuk berkomunikasi dengan perbankan Rusia," tulis Maria Shagina ahli sanksi internasional, dalam sebuah artikel untuk Carnegie Moscow Center tahun lalu, sebagaimana dikutip CBC, Minggu (27/2).

Selain itu, pasokan minyak mentah dan gas yang terganggu dari Rusia bepotensi membuat harga kedua komoditas energi tersebut meroket. Hal ini berisiko membuat inflasi semakin terakselerasi, dan bisa berdampak buruk bagi perekonomian Amerika Serikat dan Eropa yang sedang menghadapi masalah tingginya inflasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular