
Rusia 'Ditendang' dari SWIFT, China Ketiban 'Durian Runtuh'?

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) dan Negara Barat lainnya berencana mengeluarkan perbankan Rusia dari jejaring informasi perbankan internasional yang dikenal sebagai SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication), yakni semacam platform jejaring sosial bagi bank.
Berapa jumlah bank yang akan dikeluarkan dari SWIFT memang belum dirilis, tetapi dampaknya sudah masif. Nilai tukar rubel jeblok puluhan persen di pekan ini melawan dolar AS.
Ke depannya, jika memang benar Rusia diputus dari SWIFT maka ekspornya diperkirakan akan merosot tajam.
Rusia sebenarnya sudah mengantisipasi pemutusan SWIFT sejak 2014 lalu ketika menyerang Ukraina dan mencaplok wilayah Krimea. Rusia membuat alternatif baru yaitu dengan System for Transfer of Financial Messages (SPFS).
Hingga Februari 2020, tercatat ada lebih dari 400 bank Rusia yang sudah bergabung dengan platform tersebut. Jauh melebihi jumlah bank Rusia yang bergabung dengan SWIFT di angka sekitar 300 bank.
Namun hanya ada belasan bank-bank negara lain yang tergabung dalam sistem tersebut termasuk 1 bank asal China. Sehingga platform SPFS juga tak akan banyak membantu Rusia.
China kini dikabarkan sedang mengamati situasi tersebut. Pemutusan Rusia dari SWIFT diperkirakan membuat platform sejenis buatannya Cross-Border Interbank Payment System (CIPS) akan semakin terakselerasi penggunaannya. Jika itu terjadi, penetrasi mata uang yuan ke dunia internasional akan semakin dalam.
Mengutip South China Morning Post (SCMP), CIPS dirilis pada Oktober 2015 melayani pembayaran internasional dengan menggunakan yuan serta sistem kliring yang mengkoneksikan bank partisipan baik onshore maupun offshore.
Jika Rusia juga menggunakan CIPS sebagai alternatif, maka penggunaan yuan tentunya akan meningkat drastis. Nilai ekspor Rusia pada tahun 2021 lalu diestimasikan seebsar US$ 490 miliar dengan impor US$ 304 miliar.
Saat ini, data dari SWIFT menunjukkan penggunaan yuan China dalam pembayaran internasional di bulan Januari lalu hanya 3,2%, sangat jauh dibandingkan dolar AS sebesar 39,92% dan euro sebesar 36,56%.
Penggunaan yuan bahkan masih di bawah poundsterling sebesar 6,3%, padahal China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia.
Meski demikian penggunaan CIPS dilaporkan melonjak pada 58% pada periode Januari - November 2021 menjadi 2,68 juta transaksi. Nilai transaksinya mencapai 64 triliun yuan atau meroket 83%, melansir SCMP.
Saat awal peluncuruan di 2015, hanya ada 19 bank yang menggunakan CIPS, 11 bank China dan sisanya bank asing. Pada Januari tahun ini, CIPS dilaporkan sudah memiliki 1.280 pengguna di 102 negara, terdiri dari 75 bank dengan partisipasi langsung, dan 1.205 partisipasi tidak langsung.
Pengguna CIPS secara internasional tersebut jauh lebih banyak daripada platform SPFS milik Rusia, meski masih kalah jauh ketimbang SWIFT.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dampak Buruk Pemutusan SWIFT