Rupiah Lagi Joss! Dolar Singapura Jeblok ke Bawah Rp 10.600

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 March 2022 12:10
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sedang perkasa, dolar Singapura yang sudah merosot dalam 3 pekan beruntun kembali masuk ke zona merah hingga ke bawah Rp 10.600/SG$. Aliran modal asing yang terus masuk ke Indonesia menjaga kinerja rupiah belakangan ini.

Pada perdagangan Selasa (1/3), pukul 10:39 WIB, dolar Singapura diperdagangkan di kisaran Rp 10.573/SG$ merosot 0,26% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Di pasar saham hari ini investor asing kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) lebih dari Rp 1,2 triliun di pasar reguler, nego dan tunai.

Seolah tak peduli dengan perang antara Rusia dan Ukraina, investor asing terus memborong saham di dalam negeri.

Lazimnya, ketika sentimen pelaku pasar memburuk maka aset-aset berisiko akan dihindari. Tetapi sepanjang pekan lalu investor asing tercatat melakukan net buy Rp 4,11 triliun di pasar reguler, nego dan tunai. Sementara dalam satu bulan net buy tercatat sebesar Rp 17,59 triliun.

Di pasar obligasi juga sama. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan sepanjang bulan lalu hingga 24 Februari aliran modal asing masuk ke pasar obligasi cukup besar, sekitar Rp 10,34 triliun.

Capital inflow tersebut sekaligus membalikkan outflow sekitar Rp 4 triliun yang terjadi pada bulan Januari lalu. Dengan demikian sepanjang tahun ini (year-to-date) hingga 24 Februari lalu terjadi inflow lebih dari Rp 6 triliun di pasar obligasi.

Derasnya aliran modal ke dalam negeri tersebut membuat rupiah perkasa dan membuat dolar Singapura turun 3 pekan beruntun dan berlanjut hari ini meski data ekonomi dari Indonesia sedikit mengecewakan.

IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 51,2. Turun dibandingkan Januari 2022 yang tercatat 53,7.

PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atasnya berarti ekspansi, di bawahnya artinya kontraksi.

"Produksi manufaktur masih tumbuh, tetapi laju pertumbuhannya melambat karena peningkatan kasus positif Covid-19. Usaha baru, termasuk yang berorientasi ekspor, mengalami perlambatan pertumbuhan penjualan yang juga gara-gara pandemi," papar keterangan tertulis IHS Markit.

Akibat pandemi yang kembali menggila, kepercayaan dunia usaha di sektor manufaktur turun ke titik terendah dalam 21 bulan. Namun, dunia usaha masih yakin bahwa pada saatnya pandemi akan kembali terkontrol sehingga ekonomi bisa dipacu lebih cepat.

Kabar baiknya, penciptaan lapangan usaha di sektor manufaktur tetap tumbuh meski produksi dan penjualan melambat. Laju penciptaan lapangan kerja mencapai titik tertinggi sejak Februari 2020. Dunia usaha terus menambah karyawan untuk meningkatkan produksi karena melihat prospek peningkatan permintaan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular