
Perang Pecah! Ada Aset yang 'Berguguran', Ada yang 'Terbang'

Minyak mentah menjadi komoditas yang langsung melesat begitu Rusia melakukan invasi. Maklum saja, Rusia merupakan salah satu eksportir minyak mentah dunia, perang yang dilakukan berisiko mengganggu supply. Belum lagi jika Negara Barat menjatuhkan sanksi.
Alhasil, minyak jenis Brent menembus level US$ 100/barel untuk pertama kalinya sejak tahun 2014. Meroketnya harga minyak mentah berisiko mendorong kenaikan inflasi.
Meroketnya harga minyak mentah turut mengerek naik komoditas energi lainnya, seperti gas alam yang naik nyaris 4% ke US$ 4,77/MMBtu di Henry Hub.
Untuk diketahui Rusia adalah produsen gas alam terbesar kedua di dunia dengan kontribusi mencapai 16,6% produksi gas alam pada tahun 2020.
Minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang bisa diolah menjadi biodiesel juga terbang ke rekor tertinggi sepanjang masa.
Harga CPO untuk kontrak April di Bursa Derivatif Malaysia meroket lebih dari 7% ke RM 6.723/ton yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Komoditas lain yang ikut melesat yakni nikel. Pasalnya, Rusia adalah produsen nikel terbesar nomor 3 di dunia dengan produksi 280.000 ton pada tahun 2020, mengacu data Statista. Sehingga pengaruhnya besar terhadap pergerakan harga nikel dunia.
Harga nikel sendiri meroket lebih dari 5% ke US$ 25.655,5/ton.
Aluminium juga ikut melompat. Dilansir dari AFP, Kamis (24/2/2022), harga aluminium lompat ke titik tertingginya di US$ 3.382,5 per ton. Ini melompati harga tertinggi di US$ 3.380,15 per ton pada Juli 2008 saat terjadi krisis keuangan dunia.
Tidak ketinggalan emas si aset safe haven yang melesat lebih dari 2% ke US$ 1.948/troy ons. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 6 Januari 2021.
Emas bahkan masih bisa terus menanjak. Frank Holmes, CEO dari U.S. Global Investors mengatakan emas secara historis mencatat kinerja yang bagus saat terjadi gejolak geopolitik, dan bisa naik sekitar 50% dari level saat ini. Holmes memprediksi emas bisa mencapai US$ 3.000/troy ons.
"Saya merasa yakin emas akan dengan mudah mencapai US$ 2.500 - US$ 3.000/troy ons," kata Holmes.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/vap)[Gambas:Video CNBC]
