Bakal Ada Perang Dahsyat, Bank Sentral Jadi Puyeng?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 February 2022 16:05
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam acara Casual Talks On Digital Payment Innovation Of Banking.
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam acara Casual Talks On Digital Payment Innovation Of Banking. (Tangkapan layar via Youtube Bank Indonesia)

Invasi yang dilakukan Rusia tentunya akan berdampak secara global. Dana Moneter International (IMF) sebelumnya menurukan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini menjadi 4,4%, salah satu pertimbangannya adalah risiko geopolitik.

Indonesia juga akan terkena dampaknya, tetapi menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, tidak akan signifikan. BI juga masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,75% - 5,5% di tahun ini.

Menurut Perry, proyeksi tersebut sudah memperhitungkan risiko geopolitik, serta penyebaran virus corona varian Omicron.

Sementara itu untuk kebijakan moneter, Perry mengatakan tidak akan ikut-ikutan menaikkan suku bunga mengikuti The Fed. Sebab, inflasi di Indonesia masih rendah sehingga belum dibutuhkan penyesuaian kenaikan bunga acuan.

Kondisi geopolitik yang panas antara Rusia dan Ukraina juga menurutnya belum memberikan dampak besar terhadap inflasi dalam negeri.

Selain itu, BI ingin menjaga suku bunga acuan rendah sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang dinilai belum normal akibat pandemi Covid-19.

"Kami tidak mau ikut-ikutan. Kenaikan FFR (suku bunga The Fed) tidak selalu diikutkan dengan kenaikan BI Rate," tegasnya dalam pertemuan dengan sejumlah Pemimpin Redaksi Media, Rabu (23/2/2022).

Kebijakan The Fed menaikkan bunga acuannya, ujar Perry, dilakukan sebagai bentuk normalisasi kebijakan moneter. The Fed menganggap kondisi ekonomi di AS sudah normal atau kembali ke level sebelum pandemi. Ini salah satunya ditandai dengan kenaikan laju inflasi yang tinggi. Sehingga penyesuaian suku bunga acuan perlu dilakukan.

Untuk Indonesia, normalisasi kebijakan moneter belum perlu dilakukan. Perry mengatakan, BI memprediksi kondisi ekonomi Indonesia akan normal kembali di kuartal III-2022.
"Namun baru betul-betul normalnya itu tahun depan. Ini dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

"Triwulan tiga kami mulai ancer-ancer, karena ingin respons di 2023 dan 2024. Kenapa suku bunga 3,5% akan kami pertahankan? Sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental dalam setahun dua tahun ke depan," imbuhnya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Stabilitas Rupiah dan Inflasi Jadi Kunci

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular