
Fed Agresif, Gimana Prospek Saham-Obligasi Negara Berkembang?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana kenaikan suku bunga secara agresif oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Federal Reserve (The Fed) menjadi salah satu sorotan utama investor saat ini.
Sinyal kebijakan hawkish demi mengekang inflasi Negeri Paman Sam yang meninggi tersebut terbaca dalam risalah rapat pertemuan The Fed (FOMC) pada Rabu lalu (16/2).
Pejabat The Fed sepakat bahwa "jika inflasi tidak turun seperti yang mereka harapkan, akan tepat bagi komite untuk menghapus akomodasi kebijakan lebih cepat daripada yang mereka antisipasi saat ini," kata risalah pertemuan 25-26 Januari, yang dirilis Rabu (16/2).
Menambah sinyal hawkish The Fed, Presiden Fed St.Louis James Bullard mengingatkan bahwa inflasi AS bisa menjadi masalah yang serius jika The Fed tidak cepat menaikkan suku bunganya.
Diketahui, inflasi AS saat ini menyentuh 7,5%. James Bullard pun mengharapkan adanya kenaikan suku bunga dengan persentase penuh di Juli.
Sejurus dengan itu, banyak analis dari bank investasi melihat The Fed akan bertindak lebih agresif, salah satunya dengan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Maret.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat probabilitas sebesar 93,8% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan depan. Sementara probabilitas kenaikan 25 basis poin hanya 6% saja.
Artinya, pasar melihat The Fed pasti menaikkan suku bunga bulan depan, dan kemungkinan sebesar 50 basis poin menjadi 0,5% - 0,75%.
Dampak Aksi Pengetatan The Fed ke Pasar Berkembang (EM)
Lalu, bagaimana dampak rencana kenaikan suku bunga a la The Fed tersebut bagi aset investasi di negara berkembang (emerging market/EM) secara umum, termasuk Indonesia?
Secara makro, kenaikan suku bunga dan pengetatan kebijakan The Fed dalam taraf tertentu akan mempengaruhi ekonomi negara berkembang.
Tidak hanya ekonomi secara umum, sejumlah aset investasi di pasar EM juga bisa kehilangan 'daya pikatnya'.
Namun, hal tersebut tampaknya tidak selalu demikian. Sejumlah analis dari lembaga keuangan ternama menilai, pasar EM masih berpotensi menahan serangan kenaikan suku bunga The Fed.
Seperti catatan para analis dari Charles Schwab, pemahaman bahwa pasar EM selalu menderita kala The Fed menaikkan suku bunga berkembang di era 1990-an.
Itu terjadi ketika indeks saham MSCI Emerging Market Index jatuh selama periode satu tahun setelah The Fed mulai menaikkan suku bunga pada 1994 dan kemudian pada 1997.
Akan tetapi, secara historis, jelas peneliti Charles Schwab, indeks saham EM membukukan keuntungan selama tahun pertama dari empat siklus kenaikan suku bunga The Fed lainnya "sejak mantan Ketua The Fed Alan Greenspan mengantarkan periode yang ditandai dengan kebijakan uang yang lebih transparan."
Sekarang, jelas peneliti Charles Schwab, situasinya berbeda.
"Tidak seperti penurunan yang terlihat pada 1990-an, sebagian besar mata uang EM telah stabil bahkan ketika harga pasar dalam ancaman beberapa kali kenaikan suku bunga oleh the Fed untuk tahun ini," jelas peneliti Charles Schwab dalam tulisan mereka pada 11 Februari lalu, dikutip CNBC Indonesia, Jumat (18/2).
Para peneliti Charles Schwab menjelaskan, apabila menilik Indeks Mata Uang Pasar Berkembang MSCI (yang mengukur total pengembalian mata uang pasar berkembang relatif terhadap dolar AS), pergerakannya tetap relatif datar selama setahun terakhir, di mana bobot setiap mata uang sama dengan bobot negara dalam MSCI Emerging Markets Index. (Lihat grafik di bawah ini).
![]() MSCI Emerging Market Currency Index |
Meskipun ekspektasi untuk kenaikan suku bunga agresif oleh the Fed, kata Charles Schwab, banyak bank sentral EM telah menaikkan suku bunga, demi mendukung mata uang mereka tetap kuat.
"Lebih khusus lagi, cadangan mata uang asing yang cukup, kurangnya nilai tukar tetap dan neraca berjalan yang seimbang di banyak pasar negara berkembang adalah perbedaan utama dari tahun 1990-an, menurunkan kemungkinan terulangnya kinerja yang buruk selama periode kenaikan suku bunga Fed tersebut," ujarnya.
Baca di halaman selanjutnya: Saham Pasar EM Masih Menarik? >>>