OJK Ungkap Sederet Tantangan Pembiayaan Hijau di RI

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
18 February 2022 18:05
Obligasi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Obligasi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agus Edy Siregar membeberkan tantangan yang saat ini dihadapi pelaku industri jasa keuangan terkait penerbitan instrumen pembiayaan hijau atau sustainable financing.

Tantangan itu, kata Agus Edy adalah masih kurangnya insentif pembiayaan ke sektor hijau bagi lembaga jasa keuangan yang menerbitkan instrumen keuangan yang berkelanjutan.

"Pertama, kurangnya insentif pembiayaan ke sektor hijau atau green bond. Diperlukan adanya tambahan prosedur penentuan, ini benar-benar underlying sektor hijau atau tidak," kata Agus Edy, dalam webinar, Jumat (18/2/2022).

Agus Edy melanjutkan, adanya tambahan biaya yang dikenakan untuk verifikator independen untuk melihat sektor yang bisa termasuk kategori pembiayaan berkelanjutan atau tidak, juga menjadi tantangan tersendiri.

"Dengan tambahan verifikator independen, di pasar ternyata dengan segala usaha yang begitu berat, pricing green bond sama saja dengan non green bond, ini tantangan terbesar," ungkapnya.

Namun demikian, saat ini minat perusahaan menerbitkan pembiayaan hijau cukup semarak. Tercatat, ada penerbitan obligasi hijau berkelanjutan senilai Rp 32 triliun.

Kemudian pembiayaan untuk proyek-proyek berkelanjutan atau melalui blended finance sudah terdapat 55 proyek senilai US$ 3,27 juta.

"Financing dari perbankan sudah mencapai Rp 800 triliun yang bisa dikategorikan sustainable loan, dengan catatan, itu data sebelum penyesuaian dengan taksonomi hijau," tuturnya.

Sebagai informasi, OJK sebelumnya telah menerbitkan taksonomi hijau dan membaginya dalam 2.733 klasifikasi sektor dan sub-sektor ekonomi.

"Ini akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai Taksonomi Hijau selain Tiongkok, Uni Eropa, dan ASEAN. Taksonomi Hijau ini akan menjadi pedoman bagi penyusunan kebijakan dalam memberikan insentif," jelas Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK, dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2022.

Taksonomi Hijau menggolongkan kegiatan usaha menjadi tiga klasifikasi.

Pertama adalah kategori hijau, yaitu kegiatan usaha yang melindungi, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta mematuhi standar tata kelola yang ditetapkan pemerintah dan menerapkan praktik terbaik di tingkat nasional ataupun tingkat internasional.

Kedua adalah kategori kuning, kegiatan usaha yang memenuhi beberapa kriteria/ambang batas hijau. Penentuan manfaat kegiatan usaha ini terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan masih harus ditetapkan melalui pengukuran serta dukungan praktik terbaik lainnya.

Ketiga adalah kategori merah, yaitu yang tidak memenuhi kriteria hijau atau kuning.

"Dengan adanya pembagian klasifikasi pada Taksonomi Hijau yang disertai informasi ambang batas yang terhubung pada masing-masing kegiatan, diharapkan dapat memberikan informasi bagi seluruh pemangku kepentingan terkait dalam menyusun kebijakan khususnya dalam proses pembiayaan/investasi ke sektor-sektor yang masuk ke dalam sektor hijau dan/atau sebaliknya," tulis dokumen tersebut.


(sys/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK: Banjir Insentif untuk Perusahaan yang Ramah Lingkungan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular