Kalau Perang Batal, Ini Mata Uang yang Bisa Cuan Jumbo!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 17/02/2022 15:35 WIB
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Selasa (15/2) lalu Rusia mengumumkan menarik pasukannya dari perbatasan Ukraina yang membuat kemungkinan terjadinya perang mereda.

Presiden Rusia, Vladimir Putin mengonfirmasi kalau Kementerian Pertahanan Rusia telah menarik tentara dan prasarana dan sarana pendukung dari perbatasan Ukraina. Hal itu disampaikan Putin dalam konferensi pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz di Moskow.

Putin mengatakan, Rusia "tentu saja" tidak menginginkan perang. Menurut dia, Rusia siap mencari solusi dengan Barat.


"Kami siap untuk bekerja sama lebih jauh. Kami siap untuk masuk ke jalur negosiasi," ujar Putin seperti dilansir AFP, Rabu (16/2/2022).

Alhasil, pelaku pasar kembali masuk ke aset-aset berisiko, dan aset aman (safe haven) menjadi kurang menarik. Jika dilihat dari mata uang, dolar Australia berpeluang yang paling diuntungkan, selain juga mata uang emerging market yang menawarkan imbal hasil tinggi, seperti rupiah.

Dolar Australia merupakan risk-on currency, yang biasanya akan menguat ketika sentimen pelaku pasar membaik.

Artinya ketika perang batal, dolar Australia berpeluang menguat. Apalagi bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) mengubah sikapnya terkait suku bunga.

Gubernur RBA, Philip Lowe, sebelumnya selalu menegaskan suku bunga tidak akan naik setidaknya hingga akhir 2023, sampai inflasi mencapai target. Tetapi nyatanya inflasi justru sudah mencapai target RBA di kuartal IV-2021 lalu.

Pada Selasa (25/1) Biro Statistik Australia melaporkan inflasi di kuartal IV-2021 tumbuh 1,3% dari kuartal sebelumnya. Sehingga inflasi selama setahun penuh menjadi 3,5% di 2021.

Kemudian inflasi inti tumbuh 1% di kuartal IV-2021 dari kuartal sebelumnya. Sepanjang 2021, inflasi inti tumbuh sebesar 2,6% yang merupakan level tertinggi sejak 2014. Kenaikan inflasi inti tersebut lebih tinggi dari ekspektasi ekonomi sebesar 2,3%, dan mencapai target RBA sebesar 2% sampai 3%.

Akhirnya, dalam pengumuman kebijakan moneter di bulan Februari RBA membuka peluang kenaikan suku bunga di tahun ini, yang membuka ruang penguatan dolar Australia.

Beberapa ekonom melihat dolar Australia saat ini masih sangat undervalue melawan dolar AS. Analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy melihat berdasarkan kalkulasi dari indeks harga komoditas bank sentral Australia dan perbedaan suku bunga relatif di Australia dan Amerika Serikat.

"Estimasi kami fair value dolar Australia berada di kisaran US$ 0,86 (86 sen AS)," kata Mundy sebagaimana dilansir The Guardian, Jumat (4/2).

Saat ini dolar Australia berada di kisaran US$ 0,71, dengan demikian seharusnya bisa menguat sekitar 20% lagi untuk mencapai fair value. CBA sendiri memprediksi dolar Australia akan berada di kisaran US$ 0,80 (80 sen) di akhir tahun ini.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> AS Sebut Rusia Masih Mungkin Invasi Ukraina


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Asing Keluar Pasar, IHSG Anjlok ke Level 6.900-an

Pages