
Kalau Perang Batal, Ini Mata Uang yang Bisa Cuan Jumbo!

Meski Rusia mengatakan sudah menarik pasukannya, tetapi Amerika Serikat tidak percaya begitu saja.
Anthony Blinken, Menteri Luar Negeri AS, mengungkapkan negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu malah menggerakkan lebih banyak pasukan ke perbatasan Ukraina dan tidak ada yang ditarik mundur.
"Itulah apa yang Rusia bilang, dan inilah yang Rusia lakukan. Kami belum melihat adanya pasukan yang ditarik mundur. Kami masih melihat pasukan bergerak menuju perbatasan, bukan menjauhi perbatasan," tegas Blinken dalam wawancara dengan MSNBC.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pun bergerak. Intelijen senior membisikkan kepada Reuters bahwa NATO sedang menyiapkan unit tempur di sejumlah negara Eropa Tengah dan Tenggara seperti Rumania, Bulgaria, Hungaria, dan Slowakia.
Sang intel menyebut bahwa latihan militer Rusia semakin intensif dan hampir mencapai puncak. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi serangan pada bulan ini tetap tinggi.
"Rusia masih bisa sewaktu-waktu menyerang Ukraina. Tanpa peringatan," katanya.
Jadi, walau sekarang sedikit mereda tetapi risiko meletusnya Perang Dunia III belum sepenuhnya terhapus. Rusia masih mungkin menginvasi Ukraina kapan saja.
"Apa yang kta lihat adalah mereka (Rusia) malah menambah pasukan. Sejauh ini tidak ada de-eskalasi," tegas Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal NATO, seperti diwartakan Reuters.
Seandianya situasinya kembali tereskalasi, maka mata uang safe haven yang akan diuntungkan. Saat ini ada 3 mata uang yang dianggap safe haven, yakni yen Jepang, franc Swiss dan dolar AS.
Ketiga mata uang tersebut cenderung menguat ketika terjadi gejolak geopolitik yang memberikan dampak ke sektor finansial hingga perekonomian.
Tidak hanya perang, ketika virus corona mulai menyerang dunia, yang juga berdampak pada sektor finansial dan perekonomian, mata uang safe haven ini langsung melesat. Yen misalnya melesat nyaris 10% melawan dolar AS hanya dalam tempo 20 hari pada periode akhir Februari hingga awal Maret 2020. Melawan rupiah, yen bahkan meroket hingga lebih dari 25%.
Franc juga mencatat penguatan sekitar 6% pada periode tersebut, dan 23% melawan rupiah.
Sementara dolar AS juga mencatat penguatan tajam tetapi melawan mata uang selain yen dan franc. Melawan rupiah misalnya, dolar AS pada periode awal pandemi sempat melesat hingga lebih dari 21%.
Dolar AS jika dibandingkan dengan yen, status safe haven-nya masih kalah. Sebabnya, Negeri Matahari Terbit merupakan negara kreditor terbesar di dunia selama 30 tahun beruntun hingga 2020 lalu.
Total utang yang disalurkan Jepang sebesar US$ 3,3 triliun, berdasarkan data dari Kementerian Keuangan Jepang.
Saat terjadi gejolak geopoltik yang memicu gangguan di pasar finansial hingga memicu masalah ekonomi secara global, maka para investor asal Jepang akan merepatriasi dananya di luar negeri, sehingga arus modal kembali masuk ke Negeri Matahari Terbit tersebut, dan yen menjadi menguat.
Namun, yang patut digaris bawahi, meski terjadi gejolak geopolitik seperti perang tidak serta merta mata uang safe haven ini menguat. Penguatan baru terjadi ketika perang tersebut berdampak ke pasar finansial serta perekonomian global.
Di tahun Februari hingga Maret 2014 lalu, Rusia pernah menginvasi Ukraina hingga mencaplok wilayah Krimea, tetapi saat itu pergerakan mata uang safe haven biasa-biasa saja.
Awal perang Irak 2003 juga mata uang safe haven tidak mengalami pergerakan yang signifikan. Sebab jika dilihat saat itu tidak ada gejolak yang berlebihan di pasar finansial global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]