Jakarta, CNBC Indonesia - Perseteruan di ruang sidang Komisi VII kembali memanas. Kali ini, giliran Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Silmy Karim yang diusir dari ruang sidang.
Peristiwa pengusiran itu bermula saat Anggota Komisi VII, Bambang Haryadi mengomentari proyek pabrik baja tanur tiup (blast furnice) yang mangkrak.
"Tadi dibilang ini (blast furnace), ini unik, dagelan aja pagi-pagi. Tadi pak dirut bilang KRAS untung. Jelas blast furnace beroperasi sejak 11 Juli 2019. Jadi diakui sudah beroperasi dan ada semangat presiden memperkuat produksi baja dalam negeri," kata Bambang, dalam Rapat Dengar Pendapat, Senin (14/2/2022).
Namun pernyataan 'maling teriak maling' memantik perdebatan antara keduanya. "Ini gimana pabrik blast furnace ini dihentikan tapi mau memperkuat produksi dalam negeri. Ini jangan maling teriak maling, jangan kita ikut bermain pura-pura gak ikut bermain," kata Bambang.
Saat itu, Silmy langsung mempertanyakan pernyataan pimpinan rapat siapa yang sebut sebagai maling.
"Maksudnya maling gimana?," tanya Silmy.
Tensi semakin memanas, hingga akhirnya pimpinan rapat mengusir Silmy dari ruang rapat.
"Hormati persidangan ini? Ada teknis persidangan kok. Anda gak pernah menghargai komisi kalau gak bisa ngomong di sini anda keluar," kata Bambang.
"Kalau memang harus keluar, kita keluar," jawab Silmy.
Seperti diketahui, Silmy Karim adalah pucuk pimpinan KRAS yang ditunjuk pemerintah berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Kamis, 6 September 2018 menggantikan Mas Wirgrantoro Roes Setyadi.
Namanya memang tidak asing di bidang industri pertahanan dan perusahaan pelat merah. Sejumlah jabatan strategis di perusahaan miliki negara itu pernah diembannya.
Pada periode 2011-2014 misalnya, Silmy menduduki jabatan Komisaris PT PAL (Persero), perusahaan BUMN yang membuat kapal perang dan kapal selam. Ia juga didapuk menjadi Komisaris Independen PT Bentoel International Investama Tbk. (RMBA), dan PT Alfa Retailindo Tbk (ARI). Lalu, menjabat Direktur Utama PT Pindad (Persero), sejak 22 Desember 2014 hingga 3 Agustus 2016.
Dinilai berhasil membenahi kinerja PT Pindad, ia kemudian diberikan kepercayaan memperbaiki PT Barata Indonesia (Persero) pada Agustus 2016 hingga September 2018.
Alumnus Naval Postgraduate School ini ditunjuk untuk membenahi perusahaan produsen baja pelat merah saat Rini Soemarno menjabat sebagai Menteri BUMN. Silmy menjabat posisi teratas di BUMN produsen baja itu hingga saat ini.
Lantas, bagaimana kinerja Krakatau Steel? Perseroan mencatatkan laba senilai Rp 1,06 triliun sampai dengan periode November 2021. Pada periode sama, perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp 30 triliun atau meningkat 66,8% dibandingkan pendapatan di periode yang sama tahun 2020.
Direktur Keuangan Krakatau Steel, Tardi mengatakan, Krakatau Steel mencapai realisasi EBITDA sebesar Rp 2,2 triliun pada November tahun ini, meningkat 105% dibandingkan EBITDA di periode yang sama tahun 2020.
"Performance Krakatau Steel sampai dengan November 2021 ini kami sampaikan untuk mengembalikan kepercayaan pasar, kreditur, vendor bahwa kinerja Krakatau Steel semakin baik. Kami juga yakin di tahun 2021 ini pun kami akan kembali mencatatkan laba, bahkan meningkat dari laba tahun buku 2020," ungkap Tardi, dalam keterangan resmi, Rabu (15/12/2021).
Sejalan dengan itu, Tardi juga menjelaskan bahwa Krakatau Steel akan memenuhi pembayaran kewajiban utangnya sebesar USD200 juta kepada tiga bank milik pemerintah yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang jatuh tempo di bulan Desember 2021.
"Kami berkomitmen akan melakukan pembayaran kewajiban tersebut. Dengan dukungan dari Kementerian BUMN, Krakatau Steel saat ini, tengah menyiapkan langkah-langkah agar kami dapat membayar kewajiban tersebut tepat waktu," tambah Tardi.
Lebih lanjut, Tardi menyatakan bahwa beragam inisiatif strategis yang dijalankan seperti efisiensi, digitalisasi, dan optimalisasi organisasi menjadikan Krakatau Steel semakin menguatkan daya saing di pasar baja nasional. Hasilnya, Krakatau Steel membukukan perbaikan kinerja di tiap periodenya.
Sebelumnya, emiten baja pelat merah ini disebut Menteri BUMN, Erick Thohir akan bangkrut pada Desember tahun ini jika tidak melakukan sejumlah langkah restrukturisasi.
"Ada tiga langkah (restrukturisasi), problem-nya langkah ketiga ini macet," kata Erik dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis lalu, dikutip Sabtu (4/12/2021).
Erick bercerita dulu ada investasi krakatau steel dalam pembuatan pabrik blast furnace seharga US$ 850 juta pada 2008 lalu, namun kondisinya mangkrak, dan tidak memberikan manfaat. Sempat ada harapan proyek ini diambil alih China namun gagal.
Lalu, langkah kedua yang sedang diambil mengenai negosiasi kerja dengan salah satu perusahaan baja Posco sebagai pemilik saham terbesar KRAS (kode emiten Krakatau Steel), dengan porsi 70%.
Langkah terakhir adalah kemungkinan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) untuk berinvestasi di Krakatau Steel. Erick menjelaskan jika ketiga langkah ini tidak berjalan maka Krakatau Steel pada bulan Desember ini bisa default.