
2 Pabrik Krakatau Steel (KRAS) Mangkrak, Begini Kelanjutannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada dua proyek PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) yang mangkrak, yakni pabrik peleburan baja blast furnace dan smelter Meratus Jaya Iron & Steel di Kalimantan Selatan. Dua proyek ini juga yang memberatkan keuangan BUMN produsen baja ini.
Bagaimana kelanjutan kedua proyek tersebut?
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) Silmy Karim, menjelaskan alasan pabrik peleburan baja atau blast furnace tidak lagi beroperasi sejak 2019 lalu.
Silmy menjelaskan proyek ini sudah dieksekusi sejak 2012 lalu hingga selesai konstruksi pada tahun 2019. Namun operasi dihentikan setelah enam bulan pengoperasian dengan alasan harga jual produk tidak ekonomis atau menyebabkan kerugian.
"Setelah beroperasi antara produk yang dihasilkan dengan harga jual tidak cocok hitungannya, atau rugi," kata Silmy dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (14/2/2022).
Dia menjelaskan persoalan teknis yang membuat pabrik ini tidak efisien. Di mana menurut kajian audit swasta KPMG juga menunjukkan Krakatau Steel akan lebih buruk jika mengoperasikan blast furnace dalam lima tahun ke depan setelah dioperasikan.
"Blast furnace Krakatau Steel tidak efisien karena tidak ada fasilitas Basic Oxygen Furnace (BOF) dirancang menggunakan jalur elektrik furnace yang sudah dimiliki Krakatau Steel," jelas Silmy.
"Di mana terjadi kehilangan atau pertambahan biaya yang mengakibatkan selisih biaya jika melewati jalur BOF dengan jalur memodifikasi yang lama," tambahnya.
Manajemen memutuskan tidak mengoperasikan atas dasar kajian juga, sembari mempersiapkan fasilitas BOF yang baru.
"Proyek ini menguras kemampuan keuangan KS, belum lagi utang yang ditimbulkan dari proyek ini, sehingga harus restrukturisasi," jelasnya.
Meski demikian, manajemen mengaku masih mau melanjutkan pengoperasian pabrik senilai Rp 8,5 triliun ini. Krakatau Steel sedang mencari partner untuk menambah investasi tambahan untuk pembangunan fasilitas BOF senilai US$ 100 juta. Silmy mengatakan ada beberapa pihak asing yang minat dalam produksi iron steel.
Smelter Meratus Jaya Iron & Steel
Sempat beroperasi sejak 2012 - 2015 lalu, smelter kerja sama antara Krakatau Steel dan Antam ini juga tidak beroperasi dengan efisien. Sehingga manajemen memutuskan untuk memberhentikan produksi.
"Ini tidak optimal, kenapa? Karena, lokasi jauh dari akses atau hambatan logistik tidak di pinggir laut, kurang lebih 20 - 30 km dari bibir pantai sehingga akses jalan provinsi sangat mahal. Lalu tanahnya milik pemda bukan Meratus sehingga ada isu tanah," jelasnya.
Lalu dari aspek teknologi juga tertinggal, tidak mengikuti perkembangan dengan kaitan operasi yang efisien. Silmy mengatakan tidak beroperasi karena tidak menggunakan spons iron untuk bahan baku produksi Krakatau Steel.
"Sehingga 2015 dihentikan operasinya, dan saat ini proses likuidasi," jelasnya.
Untuk diketahui pembangunan smelter ini memakan biaya Rp 1,2 triliun, dengan kapasitas produksi 315.000 ton per tahun. Adapun fasilitasnya sudah dilengkapi dengan PLTU kapasitas 2x14 MW.
(vap/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lolos Dari Kebangkrutan, Saham Krakatau Steel Layak Diburu?