
Duh, Daftar Emiten yang Terancam Delisting Semakin Panjang

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan emiten yang bergerak di bidang investasi, PT Magna Investama Mandiri Tbk (MGNA) saat ini berpotensi untuk dihapus pencatatannya di bursa atau delisting.
Pengumuman ini menambah daftar emiten yang akan didepak dari lantai bursa selama dua minggu awal tahun ini.
Menurut penjelasan pihak bursa di website di BEI, keputusan tersebut dilakukan mengingat masa suspensi saham perusahaan telah mencapai 24 bulan atau 2 tahun pada Sabtu pekan lalu, 8 Januari 2022.
Keputusan yang diambil BEI ini juga berdasarkan Peraturan BEI (Bursa) No. I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa yang terdiri dari dua poin utama.
Kedua, Ketentuan III.3.1.2, saham emiten yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.Pertama, Ketentuan III.3.1.1, mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan emiten itu tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dapat kami sampaikan bahwa saham PT Magna Investama Mandiri Tbk (Perseroan) telah disuspensi di Seluruh Pasar selama 24 bulan," jelas pihak bursa dikutip dari keterbukaan informasi, Selasa (11/1).
Secara terpisah, dalam keterangannya di website BEI, manajemen MGNA sendiri akan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Kamis lusa (13/1). Sebelumnya, rapat tersebut direncanakan akan berlangsung pada Senin kemarin (10/1).
Adapun, mata acara RUPSLB tersebut, di antaranya terkait persetujuan perubahan kegiatan usaha perseroan, persetujuan penerbitan saham baru dalam rangka Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue, serta persetujuan pengambilalihan saham PT Studio One, PT Grha Swahita dan PT BIP Sentosa.
Mengenai kinerja keuangan, terhitung sejak 2020 MGNA hingga akhir September 2021 tidak membukukan pendapatan. Tercatat, hanya ada beban umum dan beban keuangan lainnya, sehingga perusahaan mengalami kerugian bersih Rp 1,66 miliar per akhir kuartal III 2021.
MGNA juga mengalami defisiensi modal alias ekuitas minus hingga Rp 47,82 miliar per 30 September 2021. Arus kas operasi perseroan juga minus Rp 1,67 miliar hingga akhir triwulan ketiga 2021.
Berdasarkan Laporan Bulanan Registrasi Pemegang Efek Perseroan per 30 Juni 2021, porsi terbesar saham Magna dipegang publik 52%, kemudian Nobhill Capital Corp 18%, Sutan Agri Resources Pte 17%, PT GMT Investama 7% dan terakhir Reksa Dana Pacific Equity sebesar 6%.
Mega Investama didirikan di Jakarta dengan nama PT Arkasa Utama Leasing.
Pada 9 Mei 2017, ada investor baru masuk, perusahaan pun mengganti bisnis perusahaan dari multifinance (leasing) menjadi jasa investasi dengan nama dari PT Magna Finance Tbk menjadi Magna Investama Mandiri.Perusahaan masuk BEI pada 7 Juli 2014 dengan menawarkan harga saham perdana (initial public offering/IPO) sebesar Rp 105/saham.
Sebelum MGNA, pada awal tahun ini, emiten produsen aki (akumulator/accu) merek NS PT Nipress Tbk (NIPS) dan emiten yang bergerak di bidang pertambangan PT Sugih Energy Tbk (SUGI) juga terancam delisting.
Selain NIPS dan SUGI, PT Polaris Investama Tbk (PLAS) juga terancam keluar dari bursa lantaran masa suspensi saham perseroan telah mencapai 36 bulan pada tanggal 28 Desember 2021.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dulu Masuk LQ45, Kini Sritex Berisiko Delisting