Begini Duet Ekosistem Online-Offline Raksasa di Allo Bank
Jakarta, CNBC Indonesia - Masuknya konglomerat dan raksasa digital ke bank digital PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) meneguhkan kolaborasi antara ekosistem offline (luring) dan online (daring) yang menopang bisnis Allo Bank ke depan.
Ini menyusul bergabungnya tujuh investor strategis dalam aksi korporasi penambahan modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) atau rights issue bank milik pengusaha nasional Chairul Tanjung tersebut senilai Rp 4,80 triliun.
Peningkatan modal tersebut akan meningkatkan modal inti Bank Allo menjadi lebih dari Rp 6 triliun, menjadikan Allo salah satu bank digital dengan permodalan paling baik di negara ini.
Ketujuh investor strategis yang dimaksud adalah CT Corp, Grup Salim, Growtheum Capital Partners, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), Grab, Traveloka, dan Carro. Empat nama terakhir adalah pemain besar di sektor teknologi dan ekonomi digital RI.
Menurut rilis pers Bank Allo, Rabu (5/1/2022), tujuan dari kerja sama tersebut adalah untuk mengakselerasi ekspansi layanan penyaluran kredit di Indonesia.
Ruang untuk menuju inklusi keuangan memang masih sangat luas. Ini terlihat dari riset Google, Temasek, dan Bain & Company 2019 (dalam e-Conomy SEA 2019), hanya 25% dari 400 juta penduduk dewasa di Asia Tenggara, atau sebanyak 100 juta orang, sudah mendapat layanan perbankan penuh (banked).
Sebanyak 25% sisanya telah memiliki rekening bank, tapi belum mendapat akses layanan finansial (underbanked). Sisanya sebesar 50% belum tersentuh layanan finansial atau perbankan sama sekali (unbanked).
Khusus di Indonesia, riset tersebut menunjukkan bahwa 47 juta orang di Indonesia "underbanked" dan 92 juta "unbanked"--sejauh ini jumlah terbesar di Asia Tenggara.
Untuk mengisi ruang 'kosong' tersebut, sejumlah bank kecil hingga raksasa di Tanah Air mencoba masuk ke ekosistem digital dengan mengusung panji bank digital-sebuah konsep bank berbasis aplikasi (app) tanpa kantor cabang (branchless).
Nilai ekonomi internet Indonesia (berdasarkan GMV) juga masih memimpin di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Menurut data e-Conomy Sea 2021, ekonomi internet mencapai US$ 70 miliar pada 2021, naik 49% dibandingkan 2020 sebesar US$ 47 miliar. Adapun pada 2025, secara CAGR, ekonomi internet Indonesia diprediksi akan mencapai US$ 146 miliar.
Semua sektor mengalami pertumbuhan sebesar dua digit pada tahun 2021, dengan platform e-commerce yang menjadi pendorong utama. Ekonomi e-commerce RI tumbuh 52% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 53 miliar pada 2021.
Tren menuju bank digital pun semakin terlihat. Menurut data dari Finder, saat ini pada 2021, sekitar 25% orang dewasa Indonesia memiliki rekening bank digital, yang setara dengan 47.722.913 orang.
Angka itu diperkirakan akan mencapai 31% (59.969.877 orang) pada 2022 dan 39% (74.785.062 orang) pada 2026-alias meningkat 14 poin persentase untuk 5 tahun ke depan.
Adapun secara global, Finder mengestimasi, secara rata-rata 28% orang di seluruh dunia akan memiliki rekening bank digital dalam 5 tahun ke depan, naik dari rata-rata hanya 17% pada 2021.
Hal tersebut yang juga yang sedang dikejar oleh Allo Bank lewat kombinasi ekosistem offline dan online-nya.
CT Corp dan Salim di Balik Ekosistem Offline Allo Bank
Di sisi offline, aplikasi Allo Bank tentu akan terhubung dengan berbagai layanan di ekosistem CT Corp, mulai dari ritel Transmart, METRO, sektor F&B seperti Wendy's, wahana hiburan Trans Park, Trans Studio, hingga Bank Mega dengan kantor dan jaringan mesin ATM-nya.
Asal tahu saja CT Corp, yang dikendalikan Chairul Tanjung, bergerak di bidang layanan keuangan, media, ritel, hiburan, hingga gaya hidup.
Grup CT Corp mengoperasikan sejumlah stasiun televisi utama Tanah Air, perbankan, perusahaan asuransi, media digital, hotel, taman hiburan, mal, agen travel, sampai bisnis ritel dan fashion.
Menurut data resmi perusahaan, saat ini terdapat lebih dari 14.000 jaringan keuangan milik CT Corp, dengan 60 juta transaksi ritel tahunan, dan 1 juta pengunjung ritel.
Perusahaan yang sudah 37 tahun berkecimpung di dunia bisnis Tanah Air ini saat ini hadir di 56 kota dan 24 provinsi di Indonesia, dengan 2.000 outlet, dan 100.000 karyawan. Selain itu, dalam rilis pers Allo Bank, Chairman CT Corp Chairul Tanjung menyebutkan, captive customer CT Corp diperkirakan mencapai lebih dari 100 juta pengguna (user).
Selain CT Corp, ekosistem offline yang akan menopang Allo Bank dimiliki oleh Grup Salim, salah satu konglomerat terbesar di RI.
Lini bisnis Grup yang saat ini nahkodai Anthoni Salim tersebut merentang dari bisnis ritel, perbankan, otomotif, barang konsumen, perkebunan, sampai infrastruktur digital teknologi yang sedang berkembang dan platform bisnis digital.
Karena itu, tidak menutup kemungkinan pula akan adanya kolaborasi Allo Bank dengan salah satu lini bisnis Grup Salim, misalnya, di otomotif lewat Indomobil atau sektor ritel.
Sebagaimana diketahui, Grup Salim memiliki PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET), pemilik gerai Indomaret.
Menurut website Indomaret, saat ini Indomaret memiliki gerai mencapai lebih dari 19.446 gerai. Sebagian besar pasokan barang dagangan untuk seluruh gerai berasal dari 22 pusat distribusi Indomaret yang menyediakan lebih dari 5.000 jenis produk.
Selain Indomaret, DNET juga menggenggam 35,84% perusahaan pengelola restoran cepat saji KFC PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST).
Belum lagi, Bukalapak, yang sejatinya adalah perusahaan e-commerce, juga mengandalkan sektor offline untuk menopang bisnis perusahaan lewat Mitra Bukalapak. Mitra Bukalapak adalah penjual offline beberapa kategori produk yang ada di Bukalapak.
Bukalapak saat ini melayani lebih dari 6,7 juta penjual online, 10,4 juta Mitra Bukalapak dan 100 juta pengguna.
Bersama Bukalapak, Allo Bank bisa memanfaatkan ekosistem BUKA di pasar UMKM dan pengusaha di daerah pedesaan, misalnya, untuk memperluas akses penyaluran kredit bank.
(adf/adf)