Begini Duet Ekosistem Online-Offline Raksasa di Allo Bank

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
07 January 2022 08:29
INFOGRAFIS, Ekosistem Raksasa Pemilik Saham Allo Bank Pasca HMETD
Foto: Infografis/ Ekosistem Raksasa Pemilik Saham Allo Bank Pasca HMETD/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Masuknya konglomerat dan raksasa digital ke bank digital PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) meneguhkan kolaborasi antara ekosistem offline (luring) dan online (daring) yang menopang bisnis Allo Bank ke depan.

Ini menyusul bergabungnya tujuh investor strategis dalam aksi korporasi penambahan modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) atau rights issue bank milik pengusaha nasional Chairul Tanjung tersebut senilai Rp 4,80 triliun.

Peningkatan modal tersebut akan meningkatkan modal inti Bank Allo menjadi lebih dari Rp 6 triliun, menjadikan Allo salah satu bank digital dengan permodalan paling baik di negara ini.

Ketujuh investor strategis yang dimaksud adalah CT Corp, Grup Salim, Growtheum Capital Partners, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), Grab, Traveloka, dan Carro. Empat nama terakhir adalah pemain besar di sektor teknologi dan ekonomi digital RI.

Menurut rilis pers Bank Allo, Rabu (5/1/2022), tujuan dari kerja sama tersebut adalah untuk mengakselerasi ekspansi layanan penyaluran kredit di Indonesia.

Ruang untuk menuju inklusi keuangan memang masih sangat luas. Ini terlihat dari riset Google, Temasek, dan Bain & Company 2019 (dalam e-Conomy SEA 2019), hanya 25% dari 400 juta penduduk dewasa di Asia Tenggara, atau sebanyak 100 juta orang, sudah mendapat layanan perbankan penuh (banked).

Sebanyak 25% sisanya telah memiliki rekening bank, tapi belum mendapat akses layanan finansial (underbanked). Sisanya sebesar 50% belum tersentuh layanan finansial atau perbankan sama sekali (unbanked).

Khusus di Indonesia, riset tersebut menunjukkan bahwa 47 juta orang di Indonesia "underbanked" dan 92 juta "unbanked"--sejauh ini jumlah terbesar di Asia Tenggara.

Untuk mengisi ruang 'kosong' tersebut, sejumlah bank kecil hingga raksasa di Tanah Air mencoba masuk ke ekosistem digital dengan mengusung panji bank digital-sebuah konsep bank berbasis aplikasi (app) tanpa kantor cabang (branchless).

Nilai ekonomi internet Indonesia (berdasarkan GMV) juga masih memimpin di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Menurut data e-Conomy Sea 2021, ekonomi internet mencapai US$ 70 miliar pada 2021, naik 49% dibandingkan 2020 sebesar US$ 47 miliar. Adapun pada 2025, secara CAGR, ekonomi internet Indonesia diprediksi akan mencapai US$ 146 miliar.

Semua sektor mengalami pertumbuhan sebesar dua digit pada tahun 2021, dengan platform e-commerce yang menjadi pendorong utama. Ekonomi e-commerce RI tumbuh 52% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 53 miliar pada 2021.

Tren menuju bank digital pun semakin terlihat. Menurut data dari Finder, saat ini pada 2021, sekitar 25% orang dewasa Indonesia memiliki rekening bank digital, yang setara dengan 47.722.913 orang.

Angka itu diperkirakan akan mencapai 31% (59.969.877 orang) pada 2022 dan 39% (74.785.062 orang) pada 2026-alias meningkat 14 poin persentase untuk 5 tahun ke depan.

Adapun secara global, Finder mengestimasi, secara rata-rata 28% orang di seluruh dunia akan memiliki rekening bank digital dalam 5 tahun ke depan, naik dari rata-rata hanya 17% pada 2021.

Hal tersebut yang juga yang sedang dikejar oleh Allo Bank lewat kombinasi ekosistem offline dan online-nya.

CT Corp dan Salim di Balik Ekosistem Offline Allo Bank

Di sisi offline, aplikasi Allo Bank tentu akan terhubung dengan berbagai layanan di ekosistem CT Corp, mulai dari ritel Transmart, METRO, sektor F&B seperti Wendy's, wahana hiburan Trans Park, Trans Studio, hingga Bank Mega dengan kantor dan jaringan mesin ATM-nya.

Asal tahu saja CT Corp, yang dikendalikan Chairul Tanjung, bergerak di bidang layanan keuangan, media, ritel, hiburan, hingga gaya hidup.

Grup CT Corp mengoperasikan sejumlah stasiun televisi utama Tanah Air, perbankan, perusahaan asuransi, media digital, hotel, taman hiburan, mal, agen travel, sampai bisnis ritel dan fashion.

Menurut data resmi perusahaan, saat ini terdapat lebih dari 14.000 jaringan keuangan milik CT Corp, dengan 60 juta transaksi ritel tahunan, dan 1 juta pengunjung ritel.

Perusahaan yang sudah 37 tahun berkecimpung di dunia bisnis Tanah Air ini saat ini hadir di 56 kota dan 24 provinsi di Indonesia, dengan 2.000 outlet, dan 100.000 karyawan. Selain itu, dalam rilis pers Allo Bank, Chairman CT Corp Chairul Tanjung menyebutkan, captive customer CT Corp diperkirakan mencapai lebih dari 100 juta pengguna (user).

Selain CT Corp, ekosistem offline yang akan menopang Allo Bank dimiliki oleh Grup Salim, salah satu konglomerat terbesar di RI.

Lini bisnis Grup yang saat ini nahkodai Anthoni Salim tersebut merentang dari bisnis ritel, perbankan, otomotif, barang konsumen, perkebunan, sampai infrastruktur digital teknologi yang sedang berkembang dan platform bisnis digital.

Karena itu, tidak menutup kemungkinan pula akan adanya kolaborasi Allo Bank dengan salah satu lini bisnis Grup Salim, misalnya, di otomotif lewat Indomobil atau sektor ritel.

Sebagaimana diketahui, Grup Salim memiliki PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET), pemilik gerai Indomaret.

Menurut website Indomaret, saat ini Indomaret memiliki gerai mencapai lebih dari 19.446 gerai. Sebagian besar pasokan barang dagangan untuk seluruh gerai berasal dari 22 pusat distribusi Indomaret yang menyediakan lebih dari 5.000 jenis produk.

Selain Indomaret, DNET juga menggenggam 35,84% perusahaan pengelola restoran cepat saji KFC PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST).

Belum lagi, Bukalapak, yang sejatinya adalah perusahaan e-commerce, juga mengandalkan sektor offline untuk menopang bisnis perusahaan lewat Mitra Bukalapak. Mitra Bukalapak adalah penjual offline beberapa kategori produk yang ada di Bukalapak.

Bukalapak saat ini melayani lebih dari 6,7 juta penjual online, 10,4 juta Mitra Bukalapak dan 100 juta pengguna.

Bersama Bukalapak, Allo Bank bisa memanfaatkan ekosistem BUKA di pasar UMKM dan pengusaha di daerah pedesaan, misalnya, untuk memperluas akses penyaluran kredit bank.

Sementara, ekosistem online yang ada di belakang Allo Bank juga tidak kalah besar-dengan mengusung superapp (multi layanan dalam satu aplikasi).

Di ekosistem online ini, ada 4 unicorn yang menjadi partner Allo Bank, yakni Bukalapak (lagi), Grab, Traveloka, hingga Carro.

Seperti telah disinggung sedikit di atas, Bukalapak tentu akan mengandalkan juga berbagai lini bisnis digitalnya, mulai dari Bukapengadaan (model B2B), marketplace Bukalapak, Bukatabungan dan Bmoney (finansial), hingga logistik Bukasend.

Selain Bukalapak, Grab Indonesia juga punya ekosistem yang tidak bisa diremehkan, mulai dari ojek dan taksi online, antar makanan, pembayaran (OVO), sampai layanan kesehatan (telemedicine).

Grab saat ini melayani jutaan pelanggan melintasi 465 kota di 8 negara di kawasan Asia Tenggara.

Selain di Indonesia, Grab juga hadir di Kamboja, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, hingga Vietnam.

Menurut data milik Grab, secara total, ada 25 juta pengguna transaksi bulanan dan lebih dari 9 juta mitra pengemudi, mitra pedagang dan agen GrabKios terdaftar di seluruh jaringan Grab.

Selain masuk ke Allo Bank, pada April 2021, Grab Holdings Inc. (Grab) resmi menjadi pemegang saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) alias Grup Emtek. Salah satu raksasa penyedia jasa ride-hailing di Asia Tenggara tersebut membeli 4,6% saham Emtek lewat H Holding Inc.

Dengan demikian, terbuka pula kolaborasi antara Allo Bank dan Grup Emtek. Apalagi, Emtek menguasai 23,93% saham Bukalapak lewat PT Kreatif Media Karya. Namun, memang, saat ini mungkin Grup Emtek masih akan fokus pada bank anyarnya, Bank Fama.

Asal tahu saja, EMTK telah mengakuisisi 93% saham PT Bank Fama International pada 22 Desember 2021 lalu. Akuisisi ini dilakukan melalui anak usahanya PT Elang Media Visitama (EMV).

Tidak hanya Bukalapak dan Grab, ekosistem Traveloka juga menarik.

Traveloka, salah satu lifestyle superapp terkemuka di Asia Tenggara, menawarkan sejumlah layanan kepada pengguna, seperti produk perjalanan, hotel, layanan lokal, dan layanan keuangan.

Portofolio produk Traveloka yang komprehensif mencakup layanan pemesanan transportasi seperti tiket pesawat, bus, kereta api, sewa mobil, antar-jemput bandara, serta akses ke inventaris akomodasi terbesar di Asia Tenggara, termasuk hotel, apartemen, homestay, resor, dan vila.

Traveloka menyediakan layanan pelanggan 24/7 dalam bahasa lokal serta lebih dari 40 metode pembayaran lokal yang berbeda. Superapp Traveloka telah diunduh lebih dari 60 juta kali, menjadikannya aplikasi travel dan lifestyle booking terpopuler di kawasan Asia Tenggara.

Sementara, CARRO adalah salah satu platform jual beli mobil bekas terbesar di Asia Tenggara.

Mengacu pada data di website resmi CARRO, saat ini lebih dari 9.800 transaksi jual beli mobil berhasil tercatat di CARRO, dengan nilai transaksi Rp 3,83 triliun.

CARRO juga telah memperoleh pendanaan US$ 500 juta dari Softbank Vision Fund dan sejumlah fund asing. Saat ini, CARRO memiliki 200 karyawan di seluruh Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Singapura.

Peran Penting Growtheum

Nah, di balik konsorsium raksasa yang masuk ke Allo Bank tersebut, peran Growtheum Capital Partners tidak boleh dilupakan.

Chairman CT Corp sendiri, Chairul Tanjung, mengapresiasi Growtheum untuk membentuk konsorsium multi-lini tersebut demi masuk ke Allo Bank.

Mengacu pada website perusahaan, Growtheum adalah sebuah perusahaan private equity yang berfokus pada investasi di kawasan Asia Tenggara. Saat ini, Allo Bank menjadi satu-satunya portofolio investasi Growtheum.

Growtheum didirikan oleh dipimpin oleh Amit Kunal sebagai Managing Partner dan Koon Po sebagai Partner.

Sebelumnya, Amit adalah Managing Director dan Head of Direct Investment Group, Asia Tenggara, di Dana abadi negara atau Sovereign Wealth Fund asal Singapura GIC di mana ia memimpin investasi ekuitas swasta di Asia Tenggara.

Sementara, Koon Po sebelumnya menjabat sebagai Vice President di Direct Investment Group, Asia Tenggara, di GIC.

Selain dua orang 'jebolan' GIC tersebut, Growtheum juga 'dibekingi' Transaction Advisors Panel (TAP) yang beragam, mulai dari CEO Carro, CEO Grup EMTEK, Executive Director Grup Triputra, CEO Grup Masan asal Vietnam.

Nama TAP Growtheum lainnya, seperti CEO Kopi Kenangan, CEO Traveloka, Chairman Ayala Corp (konglomerat raksasa Filipina), Vice Chairwoman Vingroup (konglomerat raksasa Vietnam), hingga Vice President Director perusahaan cat Indonesia PT Avia Avian Tbk (AVIA).

INFOGRAFIS, Ekosistem Raksasa Pemilik Saham Allo Bank Pasca HMETDFoto: Infografis/ Ekosistem Raksasa Pemilik Saham Allo Bank Pasca HMETD/ Edward Ricardo
INFOGRAFIS, Ekosistem Raksasa Pemilik Saham Allo Bank Pasca HMETD

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular