Emas: Untung Tak Bisa Diraih, Jeblok Tak Bisa Ditolak

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 06/01/2022 16:18 WIB
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia pada perdagangan Rabu kemarin sempat melesat ke 0,8% lebih ke US$ 1.829/troy ons, melanjutkan kenaikan 0,76% hari sebelumnya. Tetapi, untung tak bisa diraih, jeblok tak bisa ditolak, harga emas justru berbalik melemah 0,28% ke US$ 1.809/troy ons.

Kemerosotan berlanjut pada perdagangan hari ini, Kamis (6/1), pada pukul 16:07 WIB, emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.794,7/troy ons, minus 0,82%.

Harga emas berbalik arah setelah rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) yang menunjukkan bisa lebih agresif lagi dalam menormalisasi kebijakan moneternya.


Dalam notula edisi Desember tersebut terlihat jika The Fed bisa menormalisasi kebijakan moneternya dengan lebih agresif lagi. Pasar saat ini sudah menakar kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali, dan paling cepat terjadi di bulan Maret.

Tetapi, nyatanya The Fed bisa jauh lebih agresif dari itu. Dalam notula rapat kebijakan moneter bulan Desember terungkap, beberapa pejabat The Fed melihat nilai neraca (balance sheet) bisa segera dikurangi setelah suku bunga dinaikkan.

"Peserta rapat kebijakan moneter secara umum mencatat bahwa, melihat outlook individual terhadap perekonomian, pasar tenaga kerja dan inflasi, mungkin diperlukan kenaikan suku bunga lebih awal atau dengan laju yang lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa peserta juga mencatat akan tepat jika segera mulai mengurangi nilai neraca setelah suku bunga dinaikkan," tulis notula The Fed yang dikutip Reuters, Kamis (6/1).

Alhasil, imbal hasil (yield) obligasi AS atau yang disebut Treasury melesat naik.

Yield Treasury tenor 10 tahun melesat 5 basis poin ke 1,6999% yang merupakan level tertinggi sejak April 2021. Kemudian Treasury tenor 2 tahun yang sensitif dengan kenaikan suku bunga acuan, yield-nya naik 6,9 basis poin ke 0,8296% yang merupakan level tertinggi sejak Maret 2020.

Emas dan Treasury sama-sama dianggap aset aman (safe haven), kenaikan yield Treasury membuat emas menjadi tidak menarik. Sebab, emas merupakan aset tanpa imbal hasil. Opportunity cost dalam berinvestasi emas juga akan meningkat.

Selain itu, kebijakan normalisasi yang agresif diharapkan mampu meredam tingginya inflasi di AS. Emas sekali lagi kurang diuntungkan, sebab secara tradisional dianggap aset lindung nilai terhadap inflasi. Ketika inflasi melandai, daya tarik emas akan menurun.

Alhasil, harga emas yang sebelumnya mulai melesat naik kini berbalik merosot.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bukti Gonjang-ganjing Trump Bikin Bisnis Tambang Emas Melejit