Emas Disebut "No Man's Land" Pasca Ambrol 2%, Artinya Apa?

Market - Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 September 2021 16:45
Gold bars and coins are stacked in the safe deposit boxes room of the Pro Aurum gold house in Munich, Germany,  August 14, 2019. REUTERS/Michael Dalder Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia ambrol lebih dari 2% pada Kamis kemarin, tetapi pada perdagangan Jumat (17/9) berhasil rebound. Pasca ambrolnya, analis kini menyebut emas kini "no man's land", apa artinya bagi para investor?

Melansir data Refinitiv, emas kemarin jeblok hingga 2,2% ke US$ 1.753,39/troy ons pasca rilis data penjualan ritel AS. Sementara pada hari ini pukul 16:38 WIB berhasil menguat 0,5% ke US$ 1.761,9/troy ons.

Pada Agustus 2021, penjualan ritel di Negeri Adidaya tumbuh 0,7% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Jauh membaik ketimbang Juli 2021 yang minus 1,8% mtm. Juga jauh lebih baik dari konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan minus 0,8%.

"Konsumsi di AS tidak berkurang sebanyak yang diperkirakan. Ekonomi masih bergeliat," ujar Chris Low, Kepala Ekonom FHN Financials yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Rebound penjualan ritel tersebut membuat pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pekan depan kembali menarik, isu tapering dalam waktu dekat yang sebelumnya sempat meredup kini kembali muncul yang membuat emas langsung terpukul.

"Pemulihan penjualan ritel di bulan Agustus bisa jadi membuat pernyataan The Fed lebih hawkish. Tapering dan kenaikan suku bunga semakin mendekat. Data penjualan ritel kemungkinan tidak akan berdampak pada proyeksi suku bunga yang akan diberikan pekan depan. Tetapi, mereka akan mengakui sedang memantau perkembangannya," kata Phil Streible, analis dari Blue Line Futures, sebagaimana dilansir Kitco.

Streible merupakan analis yang menyebut emas kini "no man's land", artinya berada di wilayah dimana tidak ada support atau resisten kuat yang akan menahan penurunan ataupun kenaikan harga. Artinya, emas bisa bergerak dengan volatilitas tinggi.

"Saya tidak yakni emas bisa pulih dari level saat ini. Ia berada di tengah 'no man's land'. Ada banyak resisten di kisaran US$ 1.795 sampai US$ 1.810. Sementara support berada di bawah US$ 1.700/troy ons," katanya.

Sementara itu, rilis data penjualan ritel kemarin yang memicu kenaikan dolar AS dan yield obligasi (Treasury) membuat dikatakan membuat banyak pelaku pasar keluar dari pasar emas.

"Emas mendapat pukulan yang besar. Dengan penguatan dolar AS dan kenaikan yield Treasury, investor yang memiliki posisi beli mulai keluar dari pasar," kata Bob Haberkorn, kepala strategi pasar di RJO Futures, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (16/9).

Haberkorn juga melihat emas masih akan dalam tren turun hingga rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pekan depan. Hal itu bisa berubah seandaianya ada situasi geopolitik yang mendukung, atau pun ada kejutan dari pernyataan pejabat elit The Fed.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Ngeri Emas Ambrol? Baca Dulu Ramalan Para Analis Top Ini


(pap/pap)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading