Jakarta, CNBC Indonesia - 2021 menjadi tahun yang luar biasa bagi aset kripto. Harga Bitcoin (BTC), koin kripto terjumbo, dua kali menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa pada tahun ini. Kehebohan ini terjadi seiring semakin ramainya investor yang masuk ke dunia aset digital tersebut di tengah adanya pandemi Covid-19.
Selain Bitcoin, lonjakan harga luar biasa juga dialami aset kripto lainnya, seperti Ethereum (ETH) yang meroket ratusan persen, dan juga koin/token kripto lainnya (altcoin) yang turut mencuri perhatian.
Selain itu, tumbuh pula ekosistem aset non-fungible token (NFT)--di mana orang bisa menjual karya digital mereka- stablecoin, hingga kehebohan metaverse.
Aset kripto juga semakin diadopsi oleh sejumlah institusi, termasuk negara El Salvador di mana Bitcoin dijadikan alat pembayaran yang sah. Sejumlah perusahaan raksasa kripto juga terus melakukan ekspansi, misalnya, dengan masuk ke industri sepak bola dan bola basket Amerika Serikat (AS) alias NBA.
Tahun ini juga merupakan tahun di mana pasar exchange-traded fund (ETF) berbasis Bitcoin berjangka pertama dibentuk, di mana perusahaan ETF Bitcoin pertama yang terdaftar dan diperdagangkan adalah ProShares Bitcoin Strategy.
Walaupun, di tengah deretan kabar positif itu, keraguan terhadap aset kripto juga tak kalah banyak, yang terutama datang dari para regulator keuangan. Bahkan, China yang dipimpin Xi Jinping juga gencar melarang penambangan kripto.
Selain itu, marak juga terjadi penipuan di dunia kripto. Chainalysis mengungkapkan bahwa penipuan di dunia cryptocurrency telah menghasilkan lebih dari US$ 7,7 miliar atau Rp 107 triliun dari investor sepanjang tahun 2021 ini.
Memang, dibandingkan dengan aset lainnya, seperti saham, fluktuasi harga aset kripto, terutama Bitcoin, sangat 'liar' sepanjang tahun. Ini ditandai sempat amblesnya BTC ke kisaran US$ 29.000 pada Juli lalu usai mencetak rekor tertinggi di kisaran US$ 64.000.
Bitcoin sendiri kembali melambung ke level tertinggi pada 10 November lalu, yakni mencapai US$ 68.789,63 pada 10 November 2021. Walaupun, setelah itu, atau per tulisan ini dibuat, harga BTC masih terbenam di bawah level US$ 50.000, tepatnya di US$ 47.200.
Di tengah pergerakan harga yang liar itu, sepanjang tahun ini harga Bitcoin telah melonjak 62%.
Setali tiga uang, harga aset paling jumbo kedua, Ethereum, juga tak kalah fluktuatif. Usai menembus level US$ 4.297 pada Mei lalu, ETH juga sempat anjlok ke US$ 1.768 pada akhir Juni.
Kemudian, pada November ETH kembali menyentuh level tertinggi baru di US$ 4.891. Kendati saat ini berada di kisaran US$ 3712, sepanjang tahun, harga ETH sudah meroket 407%.
Tidak hanya duo BTC dan ETH, sejumlah koin dan token kripto lainnya juga berhasil meroket to the moon. Dogecoin (DOGE), yang seringkali di-endorse atau didukung CEO Tesla Elon Musk, sudah melambung hingga 3.800% sepanjang 2021.
Kemudian, token Solana (SOL), yang dianggap pesaing Ethereum alias 'Ethereum killer' menyentuh angka kenaikan yang 'astronomical', yakni hingga 12.000-an persen.
Tidak kalah dengan yang lainnya, token asli untuk jaringan pembayaran keuangan terdesentralisasi (decentralized finance/DeFi) Terra (LUNA) berhasil membumbung tinggi hingga 13.000%.
Selain nama-nama di atas, masih banyak koin kripto dengan lonjakan harga monumental sepanjang 2021.
Walaupun, catatan saja, ada juga yang malah 'nyungsep', seperti token Zelwin (ZLW) yang anjlok 58% dan token NEM (XEM) yang melorot 38% sejak awal tahun ini-mengacu pada data 500 besar token/kripto di situsweb CoinGecko.
Belum lagi, kerugian investor akibat kasus penipuan (rug pull) token kripto obscure yang berdasarkan dari serial Netfilix asal Korea Selatan yakni Squid Game (SQUID).
Pada awal perilisannya yakni Selasa, 26 Oktober lalu, koin SQUID dihargai hanya seharga US$ 0,01287/koin (Rp 183/koin, asumsi kurs saat itu Rp 14.250/US$).
Kemudian, selang sekitar enam hari setelah dirilis, yakni pada 1 November lalu, harganya melesat hingga sekitar 200.000% ke harga US$ US$ 2.856,64/koin (Rp 40.707.120/koin).
Namun, pada esok harinya, harganya langsung ambles hingga 99,99% ke level harga US$ 0,002851/koin atau Rp 41/koin.
Lantas, bagaimana prospek Bitcoin dan pasar kripto pada 2022?
Baca di halaman selanjutnya >>>
Seperti pada dunia aset lainnya, di dunia kripto, banyak berseliweran pandangan optimis (bullish) maupun pesimis (bearish) terhadap masa depan kripto dan bagaimana kripto pada tahun depan.
Tembus US$ 100 ribu atau Terjun Bebas ke US$ 10 ribu?
Dari pandangan bullish, melansir Global Cryptocurrencies 2022 Outlook edisi Desember 2021 yang dirilis Bloomberg, ahli strategi komoditas senior Bloomberg Intelligence Mike McGlone meramalkan, Amerika Serikat (AS) akan merangkul aset kripto pada 2022.
Hal tersebut didorong oleh larangan penambangan bitcoin oleh China--saat ini, penambangan telah pindah ke lokasi yang lebih aman di AS dan Kanada--dan pertumbuhan teknologi macam dollar kripto dan non-fungible token (NFT).
Bahkan, McGlone memprediksi, harga bitcoin bisa menembus level US$ 100.000/koin pada 2022, dengan titik support di US$ 50.000/koin.
"Bitcoin tampaknya berada di lintasan menuju US$ 100.000," kata McGlone, sembari menambahkan banyak sentimen positif untuk bitcoin, mulai dari adopsi ke bursa arus utama sampai menjadikan bitcoin sebagai alat pembayaran sah ala El Salvador.
Sementara, Ethereum juga diprediksi melanjutkan performa ciamiknya pada tahun ini, dengan level support di US$ 4.000, didorong ole semakin meluasnya adopsi NFT.
"Ethereum tampaknya berada di masa-masa awal menjadi agunan internet dan merupakan pusat pembangunan platform untuk DeFi [decentralized finance], fintech, dan NFT," catat McGlone. "Sebagian besar NFT didenominasi dalam ethereum, yang berarti ekosistem yang berkembang mewakili permintaan untuk ETH," lanjutnya.
McGlone pun menekankan, pasokan (supply) yang semakin sedikit adalah atribut utama yang dimiliki oleh 2 kripto raksasa tersebut.Memang, kelangkaan adalah atribut yang secara tradisional dimiliki aset pesaing bitcoin: emas.
Bloomberg juga mengatakan dolar kripto merupakan pioner kemajuan paling signifikan dari revolusi uang digital di dunia kripto.
Kripto dollar adalah sebutan McGlone untuk jenis kripto stablecoin atau kripto yang harganya dirancang untuk dipatok ke mata uang kripto, uang kertas, atau komoditas yang diperdagangkan di bursa. Tether (USDT), yang merupakan token Ethereum, adalah contoh kripto dolar atau stablecoin paling besar.
Selain McGlone, pendiri Paycer UG & CTO Nils Gregersen di Hamburg, Jerman juga optimistis Bitcoin akan menyentuh US$ 200.000 pada 2025. Hanya saja, sebelum itu, kata Nils, BTC akan ambruk terlebih dahulu.
"Bitcoin akan mencapai setidaknya $200.000 pada tahun 2025," kataNils Gregersen kepada Fortune. "Namun, sebelum itu saya cukup yakin kita akan melihatnya [BTC] turun menjadi sekitar $20.000."
Gregersen memprediksi, pada tahun depan akan ada sedikit cooldown di pasar kripto. "Hanya proyek [kripto] yang lebih kuat yang akan bertahan," ujarnya.
Para Skeptis Kripto
Dari sisi pesimis, beberapa ahli percaya bahwa Bitcoin akan kembali mengalami penurunan tajam dalam beberapa bulan mendatang di 2022.
Carol Alexander, profesor keuangan di Universitas Sussex memperkirakan bahwa harga Bitcoin akan turun ke level US$ 10.000 pada tahun 2022.
"Jika saya seorang investor Bitcoin, maka saya akan berpikir untuk segera keluar dari Bitcoin karena harganya mungkin akan kembali terjatuh pada tahun depan," kata Alexander, dikutip dari CNBC International.
Alexander memprediksi kejatuhan Bitcoin karena kripto berkapitalisasi pasar terbesar tersebut tidak memiliki nilai fundamental dan berfungsi lebih sebagai aset spekulasi dibandingkan dengan aset investasi.
Alexander memperingatkan bahwa sejarah dapat kembali berulang. Pada tahun 2018 silam, Bitcoin ambruk mendekati level US$ 3.000, setelah sempat melesat dan mencetak rekor tertinggi barunya kala itu, yakni di level US$ 20.000.
Selain Alexander, pandangan skeptis juga datang dari profersor keuangan di Heider College of Business di Creighton University Robert Johnson.
"Ini adalah tulip mania modern," kata Robert Johnson kepada Money.com.
Tulip mania mengacu pada saat masyarakat Belanda menjadi heboh karena tulip yang eksotis dan menghabiskan banyak uang untuk membelinya dengan harapan mereka bisa menjualnya, dan sering digunakan untuk menggambarkan aset spekulatif.
David Booth, pendiri Dimensional Fund Advisors, juga pernah membandingkan Bitcoin dengan kegilaan tulip.
"Orang cenderung jatuh cinta dengan objek baru yang cerah dan berkilau dan lupa bahwa apa yang membuat sesuatu menjadi investasi adalah nilai intrinsik aset," kata Johnson, yang berpendapatan bahwa kripto tidak punya nilai intrinsik tidak seperti saham.
Namun, para pendukung cryptocurrency sering mengatakan bahwa hal-hal berbeda kali ini terjadi karena lebih banyak investor institusional terjun ke pasar kripto dan semakin banyak para penambang dan ritel yang memegang posisi HODL alias jangka panjang.
Rotasi ke DeFi Lebih Cepat
Seiring dengan terus berkembangnya industri kripto, pangsa pasar Bitcoin cenderung terus berkurang, tersaingi oleh mata uang digital lainnya seperti koin digital alternatif ethereum memainkan peran yang jauh lebih besar.
Alexander dari Universitas Sussex menandai bahwa Ethereum, Solana, Polkadot, dan Cardano sebagai token yang layak diperhatikan oleh investor pada tahun 2022.
"Ketika investor ritel mulai menyadari bahaya perdagangan Bitcoin, terutama di tempat yang tidak diatur, mereka akan beralih ke ... koin dengan blockchain lain yang sebenarnya memiliki peran penting dan mendasar dalam decentralized finance," kata Alexander.
"Pada tahun depan, saya memperkirakan bahwa kapitalisasi pasar Bitcoin akan menjadi setengah dari gabungan token kontrak pintar, seperti Ethereum dan Solana," tambah Alexander.
Adapun total dana yang disetorkan ke layanan DeFi melampaui US$ 200 miliar untuk pertama kalinya tahun ini dan para ahli memproyeksikan permintaan akan tumbuh lebih jauh pada tahun 2022.
Pasar NFT Kemungkinan Semakin Ramai
NFT telah membantu seniman dan pembuat konten mendapatkan akses ke opsi pendanaan terdesentralisasi.
Alhasil, mereka mendapatkan lebih banyak kebebasan dalam membiayai hasil karya mereka. Berbasis pada teknologi blockchain, NFT cukup aman dan membantu mengotentikasi kepemilikan aset digital.
Berkat manfaat tersebut, NFT cukup populer di kalangan artis dan kreator. Oleh karena itu, pasar kripto diperkirakan akan melihat peningkatan penilaian pasar NFT.
Meningkatnya Investor institusional di Kripto di Tengah Tren Metaverse
Tahun ini, industri crypto telah menarik investasi besar dari perusahaan dan organisasi keuangan terkenal.
Investor, termasuk dana modal ventura (VC), menggelontorkan sekitar US$ 30 miliar ke dalam industri pada tahun 2021.
Jumlah investor institusional yang masuk di pasar kripto kemungkinan akan meningkat pada tahun 2022.
Dengan Microsoft dan Facebook menjadi besar dalam rencana metaverse dan merek besar seperti Nike dan Adidas masuk ke ranah tersebut, pasar kripto kemungkinan akan melihat lebih banyak investasi di tahun mendatang.
Token metaverse utama, seperti Decentraland (MANA) dan Sandbox (SAND), diprediksi masih akan melesat pada tahun depan.Â
Tindakan Keras Regulator Berlanjut?
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, regulator beberapa negara telah bertindak lebih keras pada industri cryptocurrency pada tahun ini, dengan China sepenuhnya melarang semua aktivitas terkait kripto dan otoritas AS menindak aspek-aspek tertentu dari pasar. Analis memprediksi bahwa regulasi masih menjadi masalah utama pada tahun 2022 di industri kripto.
"2022 akan menjadi tahun yang besar di bidang regulasi, tidak diragukan lagi," kata Ayyar dari Luno.
"Minat dari berbagai pemerintah, dan terutama AS, untuk membawa regulasi ke ruang crypto belum lebih tinggi," tambah Ayyar.
Pada tahun ini pula, perusahaan blockchain Ripple bersitegang dengan pengawas AS atas XRP, mata uang kripto yang terkait erat dengannya. SEC menuduh XRP adalah keamanan yang tidak terdaftar dan bahwa token senilai US$ 1,3 miliar dijual secara ilegal oleh Ripple dan dua eksekutifnya.
Namun, para ahli mengatakan bahwa regulator pada tahun depan kemungkinan akan fokus pada koin digital berjenis stablecoin. Ini adalah token yang nilainya terkait dengan harga aset yang ada seperti dolar AS.
Tether, stablecoin terbesar di dunia, sangat kontroversial karena ada kekhawatiran tentang apakah ia memiliki aset yang cukup dalam cadangannya untuk membenarkan patoknya terhadap dolar.
"Tidak diragukan lagi pengawasan yang lebih ketat akan dilakukan di stablecoin, karena regulator melihat adanya tanda pada kesehatan agunan yang mendasarinya dan jumlah leverage yang digunakan," kata Lowenstein.
Selain itu, banyak yang memprediksi akan semakin banyak El Salvador baru, alias negara yang mulai mengadopsi kripto pada tahun depan. Para ahli perencanaan keuangan juga diramal akan 'merengkuh' kripto di tengah masifnya investasi dari investor institusi, macam MicroStrategy.
Catatan terakhir, di balik optimisme tersebut, investor tetap harus bersiap dengan kemungkinan terburuk alias bracing for the worst karena tidak menutup kemungkinan ada sentimen besar yang tiba-tiba membuat pasar kripto-yang merupakan pasar aset spekulatif-'terjun bebas' di tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA