
Saham Bangkit, Ada Keluarga Honoris di Balik MDLN

Ho Tjek, sang Pendiri Modern Group
Melansir sejumlah literatur dan sumber di internet, bisnis Keluarga Honoris dibangun oleh Otje Honoris (Ho Tjek) pada 1971. Otje dilahirkan di Singapura pada 1922. Kemudian, ia bermigrasi ke Sulawesi ketika ia baru berumur satu tahun.
Sebelum mendirikan Modern Group, Otje pernah membuka sebuah studio foto di Ujung Pandang (sekarang, Makassar). Lalu, ia pindah ke Jakarta dan mulai berbisnis peralatan fotografi.
Pada 1971, Otje dan anak laki-lakinya--Samadikun Hartono--mendirikan PT. Modern Photo Film (PT. MPF) dengan Otje menguasai 80% saham dan Samadikun sebanyak 20%.
PT. MPF beroperasi sebagai distributor peralatan fotografi dan ditunjuk sebagai agen resmi untuk produk Fuji Photo Film Co, Jepang dengan merk Fuji di Indonesia.
Sepeninggal Otje Honoris, pada 1985 Samadikun Hartono--putra ketiganya--mengambil alih perusahaan sebagai chairman Modern Group. Ia dibantu oleh saudara-saudaranya Luntungan Honoris, Sungkono Honoris, dan Siwi Honoris. Keempat bersaudara itu menjadi pemilik PT Inti Putra Modern-yang merupakan induk perusahaan Modern Group kala itu.
Pada mulanya, bisnis inti Modern Group meliputi fotografi di bawah PT. Foto Modern, properti di bawah PT Modernland (sekarang MDLN), dan perbankan di bawah Bank Modern.
Namun, ketika krisis moneter melanda Indonesia pada 1997, Bank Modern terjerat masalah utang yang besar. Bank Indonesia (BI) kemudian memberikan bantuan likuiditas untuk menopang bank tersebut, tetapi dana bantuan itu malah disalahgunakan oleh pemilik bank. Bank Indonesia kemudian menutup Bank Modern pada tahun 1998.
Samadikun Hartono selaku komisaris utama Bank Modern diadili dengan tuduhan menggelapkan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 169 miliar. Pada 2003, Samadikun dijebloskan ke penjara selama empat tahun. Namun sebelum dieksekusi Samadikun kabur ke luar negeri.
Lalu pada 2016, Samadikun ditangkap oleh Badan Intelijen Negara (BIN) saat akan menonton balapan Formula 1 yang digelar di Shanghai, China. Pada 2018, Samadikun akhirnya melunasi utang Rp 169 miliar.
MPF Menjadi Modern Internasional (MDRN): Pernah Punya Sevel
PT MPF yang dibangun Otje di atas adalah cikal bakal PT Modern Internasional Tbk (MDRN)--'saudara' dari MDLN. Di MDRN, Keluarga Honoris diwakili oleh Sungkono Honoris yang menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan. Sungkono juga menguasai 35,23% saham MDRN per 30 November 2021.
Sebelum menggunakan nama saat ini, MDRN juga pernah sekali berganti nama, yakni PT Modern Photo Tbk pada 1997. MDRN sendiri melantai di bursa sejak 1991.
Pada 2007, seiring dengan perubahan bisnis yang terjadi--di tengah lesunya penjualan film kamera--PT Modern Photo Tbk berganti nama dengan nama sekarang dan masuk ke bisnis ritel dengan memegang lisensi waralaba jaringan toko serba ada asal AS, 7-Eleven (Sevel).
Sejurus dengan itu, pada 2009, MDRN membuka gerai pertama Sevel di Bulungan, Jakarta Selatan.Pada 2008 perusahaan memutuskan untuk membeli hak kepemilikan waralaba Sevel seharga US$ 1,5 juta dari Master Franchisor Seven Eleven Inc (SEI) di Dallas, Texas, AS. Dengan harga tersebut perusahaan memperoleh hak untuk menggunakan merk tersebut hingga 20 tahun yang artinya akan berakhir 2028 mendatang.
Namun, pada 30 Juni 2017, MDRN, lewat anak usahanya PT Modern Sevel Indonesia (MSI), resmi menutup semua outlet 7-eleven di Indonesia lantaran terjerat utang jumbo.
Sebagaimana diwartakan CNBC Indonesia sebelumnya (18 Juli 2018), MDRN merasa sangat percaya diri dengan bisnis tersebut, setelah gerai Sevel pertama didirikan di Bulungan, Jakarta Selatan pada 7 November 2009. Melihat bisnisnya sangat diminati di Indonesia, perusahaan gencar menambah gerai-gerai baru hingga diperkirakan memiliki sampai 200 gerai di wilayah Jabodetabek.
Untuk membuka satu gerai saja diperkirakan membutuhkan dana mencapai Rp 1 miliar-Rp 2 miliar yang tentunya dana ini berasal dari pinjaman induk usahanya dari sejumlah bank dan perusahaan pembiayaan.
Utang pengembangan Sevel inilah yang menjadi cikal bakal menumpuknya utang Modern Internasional yang kemudian direstrukturisasi. Asal tahu saja, per kuartal I-2018, nilai utang jangka panjang Modern International tercatat mencapai Rp 238,77 miliar.
Dua tahun sebelum tutupnya Sevel, MDRN pada Agustus 2015 telah ditandatangani perjanjian kesepakatan untuk pengembalian hak distribusi brand FUJIFILM kepada prinsipal FUJIFILM. Asal tahu saja, MDRN sebelumnya adalah satu-satunya distributor produk Fujifilm Jepang dan mengontrol 1.200 gerai Fuji Image Plaza di Indonesia sampai di tahun 2015.
Pada 2017, lini bisnis MDRN di bidang perdagangan makanan dan minuman lewat PT Modern Pangan Indonesia (MPI) juga tidak mempunyai operasi komersial seiring penjualan seluruh saham anak perusahaan MPI kepada Kho Boga Food (KBF).
Saat ini, satu-satunya anak usaha MDRN yang masih beroperasi adalah PT Modern Data Solusi (MDS). MDS bergerak di bidang perdagangan alat fotografi, barang elektronik, sampai mesin fotokopi Ricoh.
Selain di bisnis copy printing lewat MDS, MDRN juga saat ini ditunjuk sebagai distributor utama produk minuman berbasis susu sapi segar dengan merek Asia Panda, Asia Milk, dan produk susu kedelai dengan merek Soylicious dan Soydrink.
MDRN Saat Ini: Ekuitas Minus, Mau Private Placement
Mirip 'saudaranya' MDLN yang sedang dalam proses restrukturisasi utang, MDRN juga masih mengalami masalah keuangan. Dalam penjelasannya kepada bursa, pada 15 Desember 2021, MDRN mengaku masih terus melakukan restrukturisasi atau relaksasi dengan kreditur perseroan, yaitu bank dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Total ekuitas MDRN per 30 September 2021, negatif Rp 547,88 miliar, dengan nilai kewajiban (liabilitas) mencapai Rp 847,80 miliar.
Perusahaan juga masih membukukan rugi bersih Rp 9,94 miliar per akhir kuartal III 2021.
Pada akhir bulan ini, MDRN akan melaksanakan Penambahan Modal Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement.
Aksi korporasi tersebut bertujuan untuk melakukan restrukturisasi dengan melakukan konversi atas utang MDRN kepada Sungkono Honoris-sang Direktur Utama-menjadi penyertaan saham melalui mekanisme PMTHMETD dengan menerbitkan sebanyak 3 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp 50 per saham atau setara dengan Rp 150,00 miliar.
Nantinya, setelah aksi korporasi menjadi efektif, kepemilikan saham Sungkono Honoris pada MDRN menjadi sebesar 53,51%. Sementara, pemegang saham lain akan mengalami dilusi sebesar 28,22%
"Perseroan merencanakan untuk melakukan restrukturisasi atas sebagian utang Perseroan yang ada menjadi ekuitas. Perseroan mengharapkan dengan adanya restrukturisasi tersebut, rasio utang terhadap ekuitas menjadi lebih sehat dan memperbaiki arus kas Perseroan di masa yang akan datang," jelas manajemen MDRN dalam keterbukaan informasi soal private placement.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)[Gambas:Video CNBC]
