Sudah Longsor Parah, Serok atau Kabur dari Saham Bukalapak?
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) terus bergerak downtrend sejak akhir bulan November lalu. Pada perdagangan Selasa (7/12/2021) harga saham BUKA sempat dibuka melemah 6,58% atau terkena auto reject bawah (ARB) namun berhasil bangkit meskipun masih terkoreksi 2,63% dan ditutup di level Rp 444/unit.
Sebagai informasi, harga penutupan saham BUKA merupakan harga penutupan harian terendahnya (All Time Low) sejak emiten e-commerce yang dibekingi Emtek Group ini melantai di bursa saham nasional.
BUKA resmi diperdagangkan di pasar sekunder pada awal Agustus lalu setelah melepas 25% saham dari total modal ditempatkan dan disetor penuh di harga Rp 850/unit.
Nilai kapitalisasi pasar BUKA kala itu mencapai Rp 87 triliun. Namun saham BUKA cenderung terus menerus dirundung koreksi setelahnya.
Tren pelemahan saham BUKA semakin terlihat sejak 22 November 2021. Saham BUKA melemah dalam 12 hari perdagangan terakhir secara beruntun.
Dengan tren koreksi itu, market cap saham BUKA sudah menguap Rp 41 triliun sejak melantai di bursa setara dengan penurunan hampir 50%.
Meskipun saham BUKA sudah anjlok parah, tetapi sampai saat ini otoritas bursa belum juga belum melakukan suspensi atas saham teknologi yang satu ini.
Setelah mengalami downtrend yang tajam, bagaimana seharusnya investor bersikap? Apakah sekarang saat yang tepat untuk melakukan pembelian atau malah sebaiknya tunggu terlebih dahulu.
Secara fundamental prospek pertumbuhan bisnis BUKA memang masih terbuka. Secara valuasi juga saham buka tidak bisa dikatakan mahal.
Tercatat BUKA memiliki ekuitas sebesar Rp 23,94 triliun dimana mayoritas Rp 22 triliun yang diterima dari penawaran perdana banyak diletakan perseroan di deposito. Dengan kapitalisasi pasar Rp 45,76 triliun maka valuasi nilai buku dibanding harga alias PBV berada di kisaran 1,92 kali.
Mengacu laporan keuangan perusahaan sampai dengan sembilan bulan pertama ini, BUKA tercatat membukukan pendapatan bersih senilai Rp 1,34 triliun, naik 42,09% dari periode yang sama di tahun sebelumnya senilai Rp 948,43 miliar.
Rinciannya, pendapatan itu bersumber dari pendapatan marketplace yang naik menjadi Rp 780,41 miliar dari periode sama tahun lalu Rp 742 miliar.
Pendapatan mitra naik menjadi Rp 496,70 miliar dari sebelumnya Rp 117,47 miliar. Sedangkan, BukaPengadaan memberi andil terhadap pendapatan perseroan senilai Rp 70,56 miliar, turun dari Rp 88,95 miliar.
Dari sisi Total Processing Value (TPV) sampai dengan September ini tumbuh 45% menjadi Rp 87,9 triliun. TPV ini juga naik dari posisi kuartal ketiga yang tercatat naik 51% menjadi Rp 31,2 triliun.
Secara pertumbuhan jelas BUKA masih mampu membukukan growth yang fantastis, apalagi di tengah kondisi pandemi di mana masyarakat cenderung beralih ke berbelanja online untuk memenuhi berbagai kebutuhan meskipun pangsa pasar Bukalapak masih kalah jauh dibanding pesaing-pesaingnya seperti Tokopedia dan Shopee.
Terakhir, perlu diingat sebentar lagi lock up period saham BUKA akan segera dibuka. Ini berarti pemegang saham lama BUKA yang membeli BUKA di harga murah bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk merealisasikan profitnya. Sehingga jika periode penguncian saham sudah dibuka maka aksi jual saham BUKA kemungkinan akan berlanjut sehingga hal ini perlu diwaspadai.
(RCI/RCI)