
Hati-Hati, Sentimen Ini Bakal Bikin Pasar Ngeri-Ngeri Sedap

Sentimen ketiga adalah terkait percepatan tapering yang mungkin akan dilaksanakan oleh The Fed.
Awal bulan ini The Fed memang telah mengumumkan untuk melakukan pengurangan US$ 15 miliar setiap bulan atas pembelian surat utang, dari total sebelumnya mencapai US$ 120 miliar per bulan.
Terbaru, kekhawatiran tentang inflasi mendominasi pertemuan The Fed November, dengan beberapa pembuat kebijakan menyarankan bahwa bank sentral harus bergerak lebih cepat dalam mengurangi program pembelian obligasi untuk memberikan fleksibilitas untuk menaikkan suku bunga lebih cepat jika diperlukan, berdasarkan risalah hasil pertemuan.
Inflasi telah meningkat selama setahun terakhir, memberikan tantangan bagi The Fed, yang bertanggung jawab untuk mempertahankan harga yang stabil dan mendorong lapangan kerja maksimum.
Inflasi telah naik salah satunya karena gangguan rantai pasokan, melonjaknya permintaan barang dan kenaikan upah telah mendorong harga lebih tinggi; pembuat kebijakan mencatat bahwa kenaikan harga sewa dan energi juga berperan.
Data yang dirilis pada hari Rabu (24/11) menunjukkan bahwa harga naik pada laju tercepat dalam tiga dekade karena konsumen dihadapkan pada harga yang lebih tinggi untuk gas dan makanan.
Tekanan dari pembuat kebijakan yang meminta agar inflasi dapat terkontrol dikatakan analis Goldman Sachs dalam catatan harian pada hari Kamis (25/11) dapat menjadikan Federal Reserve AS kemungkinan akan menggandakan laju pengurangan pembelian obligasi bulanannya mulai Januari 2022 menjadi $30 miliar.
Meskipun kalender tapering dipercepat, Goldman mengharapkan The Fed mulai menaikkan suku bunga hanya dari Juni sebanyak tiga kali pada tahun 2022. Bank investasi AS adalah salah satu dari beberapa bank yang baru-baru ini menaikkan ekspektasi kenaikan suku bunga mereka untuk tahun 2022 menjadi tiga, dari semula dua.
Terakhir investor juga perlu mencermati perkembangan harga komoditas, khususnya batu bara, CPO dan minyak mentah.
Akhir pekan ini harga minyak AS jenis West Texas Intermediate (WTI) per barelnya juga anjlok US$ 10,24, atau 13,06%, menjadi US$ 68,15 pada Jumat (26/11) waktu AS dan merupakan salah satu penurunan tertajam sejak penutupan ekonomi global tahun lalu yang menyebabkan harga minyak berubah negatif untuk pertama kalinya di seluruh AS.
Harga minyak mentah Brent juga ikut turun US$ 9,50, atau 11,55%, menjadi US$ 72,72 per barel akibat dari kekhawatiran terhadap pasar tentang kemungkinan pembatasan perjalanan global akibat kemunculan varian baru.
Penurunan perjalanan dan potensi lockdown baru dapat menekan permintaan, tepat ketika pasokan akan meningkat.
OPEC+ sedang memantau perkembangan varian virus corona baru, sumber Reuters mengatakan pada hari Jumat, dengan beberapa menyatakan kekhawatiran bahwa hal itu dapat memperburuk prospek pasar minyak kurang dari seminggu sebelum pertemuan untuk menetapkan kebijakan.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, sudah menghadapi pelepasan stok minyak yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mencoba menurunkan harga. Namun, sebuah sumber mengatakan Rusia, anggota utama OPEC+, belum khawatir tentang varian virus.
Sebelumnya, OPEC+ telah menolak seruan AS untuk berbuat lebih banyak untuk menurunkan harga minyak. Pertemuan minggu depan akan membahas output Januari.
Selanjutnya, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) anjlok 2,97% di pekan ini, setelah pekan lalu sempat mengalami kenaikan tipis. Meski demikian, sepanjang tahun ini harga CPO melesat lebih dari 30%.
Kontrak berjangka minyak sawit mentah (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives diperkirakan akan diperdagangkan lebih rendah minggu depan di tengah kekhawatiran atas varian baru COVID-19 di Afrika Selatan yang mengurangi sentimen pasar.
(fsd/fsd)[Gambas:Video CNBC]