IHSG Jeblok 2% Lebih, Rupiah Terpuruk ke Rp 14.300/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 November 2021 15:24
Ilustrasi Dollar Rupiah
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Memburuknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah terpuruk pada perdagangan Jumat (26/11). Dengan demikian, rupiah sepanjang pekan ini tidak pernah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis saja 0,04% ke Rp 14.270/US$. Tetapi setelahnya rupiah jeblok hingga 0,42% ke Rp 14.325/US$. Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di Rp 14.340/US$ melemah 0,53%.

Posisi rupiah sedikit membaik pada penutupan perdagangan, berada di Rp 14.300/US$ atau melemah 0,25% di pasar spot.

Memburuknya sentimen pelaku pasar terlihat dari bursa saham Asia yang nyungsep pagi ini, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga kembali ke zona merah. Indeks Nikkei Jepang dan Hang Seng Hong Kong merosot masing-masing lebih dari 2%. Sementara IHGS juga jeblok lebih dari 2%.

Penyebabnya, lonjakan kasus penyakit akibat virus corona di Eropa serta munculnya varian baru yang menjadi perhatian Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organizations/WHO).

Varian baru virus corona B.1.1.529 ditemukan di Afrika Selatan, yang dikatakan mengandung beberapa mutasi yang terkait dengan peningkatan resistensi antibodi. Ini diyakini ilmuwan dapat mengurangi efektivitas vaksin.

Sementara itu, WHO sendiri mengatakan tengah meminta pertemuan darurat untuk memantau varian itu. Ini penting di tengah makin melonjaknya kasus Covid-19 di Eropa dan dunia yang memasuki musim liburan akhir tahun. Beberapa negara di Eropa juga sudah mengumumkan lockdown akibat lonjakan kasus yang dialami.

Munculnya varian baru tersebut membuat Inggris mengumumkan akan melarang kembali penerbangan dari enam negara Afrika. Hal ini berlaku mulai Jumat ini.

"Badan Keamanan Kesehatan Inggris sedang menyelidiki varian baru," kata Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid dalam sebuah tweet yang mengumumkan pembatasan perjalanan.

Sebagai mata uang emerging market, rupiah tidak diuntungkan ketika sentimen pelaku pasar memburuk.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Diprediksi Menaikkan Suku Bunga di Juni 2022

Selain itu, dolar AS sedang kuat-kuatnya sebab The Fed (bank sentral AS) kemungkinan akan mempercepat normalisasi kebijakan moneternya.

Beberapa pejabat elit The Fed menyerukan untuk mempercepat tapering dan menaikkan suku bunga lebih awal guna meredam tingginya inflasi.

Terbaru di pekan ini Presiden The Fed wilayah San Fransisco, Mary Daly, juga mengatakan bisa saja mempercepat laju tapering. Daly merupakan salah satu pejabat The Fed yang dianggap dovish, tetapi pernyataannya tersebut lebih hawkish, sehingga bisa menjadi indikasi akan ada banyak desakan dari pejabat elit The Fed untuk mempercepat normalisasi.

"Pernyataan yang agak hawkish dari Daly yang biasanya dovish membuat dolar AS bertambah kuat," kata Tapas Strickland, direktur ekonomi di National Australia Bank dalam sebuah catatan kepada nasabahnya, sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis (25/11).

Pelaku pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 80% The Fed akan menaikkan suku bunga di bulan Juni 2022, lebih cepat dari sebelumnya semester II-2022.

fedwatchFoto: CME Group

Hal tersebut terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group, dimana ada probabilitas sebesar 19,5% saja The Fed mempertahankan suku bunga di 0% - 0,25%. Sementara probabilitas menaikkan suku bunga lebih dari 80%, yang dibagi menjadi beberapa basis poin kenaikan.

Untuk kenaikan 25 basis poin (0,25%) menjadi 0,25% - 0,5% probabilitasnya paling tinggi, yakni sebesar 43,4%. Kemudian kenaikan 50 basis poin peluangnya sebesar 30%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular