
Jangan Ditiru! Kebijakan Moneter "Edan" Turki Picu Krisis

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis mata uang lagi-lagi melanda Turki, pada Selasa (25/11) kurs lira sempat jeblok lebih dari 18% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke 13,491/US$ yang merupakan level terlemah sepanjang sejarah.
Kemerosotan tajam pada Selasa lalu terjadi setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membela kebijakan bank sentralnya (TCMB) yang agresif dalam memangkas suku bunga, padahal inflasi sedang tinggi.
Dalam rapat kabinet Senin (21/11/2021) waktu setempat, Erdogan mengatakan kebijakan yang diambil saat ini merupakan bagian dari 'perang untuk kemerdekaan ekonomi'.
"Kita melihat permainan yang dimainkan oleh mereka atas mata uang, bunga dan kenaikan harga ... dan menunjukkan keinginan kita untuk melanjutkan rencana permainan kita sendiri," katanya, dikutip AFP, Rabu (23/11/2021).
"Kami akan muncul sebagai pemenang dari 'perang kemerdekaan ekonomi' ini dengan bantuan Allah dan rakyat kami."
Pernyataan Erdogan tersebut hanya memperparah kemerosotan nilai tukar lira. Jika melihat ke belakang, lira mencetak rekor terlemah sepanjang sejarah selama 10 hari beruntun hingga Selasa lalu. Sepanjang tahun ini hingga ke rekor terlemah tersebut kurs lira juga sudah jeblok lebih dari 80%, melansir data Refinitiv.
"Jika kita melihat dimana posisi lira sekarang itu sesuatu yang gila, tetapi itu merupakan refleksi kebijakan moneter edan yang diterapkan Turki," kata Tim Ash, ahli strategi negara berkembang di Bluebat Asset Management dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Selasa (23/11).
Lazimnya, ketika inflasi tinggi bank sentral akan menaikkan suku bunga. Hal itu dilakukan untuk menyerap jumlah likuiditas di pasar sehingga laju inflasi bisa diredam.
![]() |
Tetapi yang dilakukan TCMB justru sebaliknya, ketika inflasi di Turki nyaris mencapai 20% di bulan Oktober, bank sentral Turki tersebut justru memangkas suku bunga 3 bulan beruntun sejak September dengan total 400 basis poin (4%) menjadi 15%.
Alhasil kurs lira terpuruk.
Bukan tanpa alasan TCMB agresif memangkas suku bunga. Kebijakan tersebut bermula dari pandangan Erdogan jika suku bunga tinggi merupakan "biangnya setan". Erdogan mempercayai suku bunga tinggi malah akan memperburuk inflasi.
TCMB pun "asal bapak senang" dan memangkas suku bunga secara agresif. Sebab, jika kebijakan TCMB berbeda dengan pandangan Erdogan, maka gubernurnya akan dipecat. Independensi bank sentral Turki, yang bebas dari intervensi pemerintah pun selalu dipertanyakan oleh pelaku pasar.
Masa depan lira kini juga masih suram, sebab TCMB mengindikasikan akan kembali memangkas suku bunga di bulan depan. Selain itu, aliran modal ke Turki bisa dipastikan akan seret, sebab imbal hasil (yield) rill obligasi Turki saat ini negatif.
Yield obligasi Turki tenor 10 tahun saat ini berada di bawah 20%, begitu juga dengan inflasi yang di dekat 20%, sehingga imbal hasil riilnya negatif.
Kemudian, cadangan devisa Turki juga saat ini tidak besar, bahkan para analis mengatakan sebenarnya sudah minus. Sehingga kemampuan intervensi TCMB menjadi minim.
Reuters melaporkan hingga 12 November lalu, cadangan devisa Turki sebesar US$ 28,61 miliar mengalami peningkatan cukup tajam dibandingkan April lalu ketika berada di bawah US$ 10 miliar. Kenaikan tersebut berkat Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang mendistribusikan Special Drawing Right (SDR).
Namun, di sisi lain, TCMB memiliki outstanding swap sebesar US$ 43,44 miliar, sehingga pada kenyataannya cadangan devisa minus US$ 15 miliar.
Kurs lira sebenarnya mulai terpuruk sejak tahun 2018 lalu. Selain kebijakan moneter yang anti mainstream, ketegangan dengan Negara Barat, kemudian transaksi berjalan yang defisit, penurunan cadangan devisa, hingga utang yang menggunung semakin memperburuk kinerja lira.
Tetapi di awal tahun ini, lira sempat menjadi mata uang terbaik dunia ketika TCMB dipimpin oleh Naci Agbal.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Berani Naikkan Suku Bunga, Naci Agbal Dipecat