Harga Nikel Selangit, Saham Emitennya Melejit!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
Kamis, 25/11/2021 09:50 WIB
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham emiten nikel menguat pada awal perdagangan hari ini, Kamis (25/11/2021), di tengah harga nikel melesat di atas US$ 20.000/ton usai mencatatkan kenaikan selama 6 hari beruntun.

Berikut kenaikan saham nikel berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 09.15 WIB.

  1. Pelat Timah Nusantara (NIKL), saham +3,27%, ke Rp 1.105/saham


  2. Vale Indonesia (INCO), +2,67%, ke Rp 5.000/saham

  3. Harum Energy (HRUM), +2,55%, ke Rp 10.050/saham

  4. Timah (TINS), +2,41%, ke Rp 1.700/saham

  5. Aneka Tambang (ANTM), +1,64%, ke Rp 2.480/saham

  6. PAM Mineral (NIKL), +1,35%, ke Rp 75/saham

Menurut data di atas, saham NIKL memimpin kenaikan dengan menguat 3,27% ke Rp 1.105/saham. Dalam sepekan saham NIKL terkerek 3,76%, tetapi dalam sebulan minus 0,45%.

Di posisi kedua, ada saham INCO yang mendaki 2,67% ke Rp 5.000/saham. Investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih Rp 13,05 miliar di pasar reguler. Dalam seminggu saham INCO melesat 5,93% dan dalam sebulan naik 4,91%.

Setali tiga uang, saham HRUM terapresiasi 2,55%, melanjutkan kenaikan 6,23% kemarin. Saham HRUM melejit 26,25% dalam sepekan dan melonjak 30,32% dalam sebulan belakangan.

Tidak hanya itu, duo saham pelat merah, TINS dan ANTM, juga sama-sama menguat 2,41% dan 1,64%. Asing tercatat melakukan beli bersih di kedua saham tersebut masing-masing sebesar Rp 5,26 miliar dan Rp 6,18 miliar.

Pagi ini, harga nikel di London Metal Exchange (LME) naik 0,14% ke US$ 20.937,50/ton dibandingkan hari sebelumnya. Sementara, kemarin harga nikel melesat 2,74% dibandingkan harga penutupan Selasa (23/11).

Usai reli kenaikan selama 6 hari beruntun, dalam sepekan terakhir harga nikel melonjak 6,61%.

Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia sebelumnya, kenaikan harga nikel terjadi seiring pasokan dari Filipina terganggu akibat cuaca.

Musim hujan di Filipina membuat tambang dan pengapalan untuk mengangkut muatan tidak maksimal dalam beroperasi. Hal ini berdampak pada terganggunya impor bijih nikel ke China, konsumen nikel terbesar di dunia.

Bea Cukai China melaporkan impor bijih nikel pada bulan Oktober mencapai 4,476 juta metric ton (mt). Jumlah itu turun 21,3% month-to-month (mtm) dari bulan Agustus. Impor dari Filipina, mencapai 4,01 juta mt, turun 22,8% mtm dan naik 12,63% yoy.

Produksi nikel Filipina untuk tahun 2021 kemungkinan akan turun karena gangguan cuaca yang tidak terduga dan beberapa masalah logistik, kata seorang pejabat tinggidari Asosiasi Industri Nikel Filipina (PNIA).

Presiden PNIA Dante R. Bravo mengatakan produksi nikel tahun 2021 akan sekitar 10% menjadi hampir 25 juta dari 27,17 juta metrik ton kering (DMT) pada tahun 2020.

Mengacu data Statista, Filipina adalah produsen nikel terbesar kedua dunia dengan hasil 320.000 ton pada tahun 2020. Sedangkan China adalah konsumen terbesar nikel di dunia dengan menyerap 1,31 juta ton pada 2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat